Merdeka.com - Belasan mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi Mahasiswa Papua (AMP) menggelar aksi demonstrasi di Bundaran Gladag, Solo, Sabtu (15/8). Dalam orasinya mereka tak henti-hentinya menyerukan kemerdekaan bagi rakyat Papua serta kebebasan menentukan nasib sendiri.
Dalam aksi tersebut, mereka membawa spanduk serta sejumlah poster yang berisi tuntutan merdeka dan menentukan nasib sendiri.
"Kami minta Presiden Jokowi dan JK memberikan kebebasan rakyat Papua tentukan nasib sendiri. Kami punya hak untuk menentukan nasib sendiri," seru John Pauleli, koordinator aksi.
John mengatakan, hari ini 53 tahun sudah Perjanjian New York Agreement antara Belanda dan Indonesia terkait sengketa wilayah Papua Barat dilakukan. Namun perjanjian yang mengatur masa depan rakyat tersebut tak melibatkan satu pun perwakilan dari mereka.
Para mahasiswa Papua, lanjut John, menganggap perjanjian tersebut sebagai sesuatu yang ilegal.
"Rambut kami berbeda, keriting, kulit kita berbeda dengan Indonesia dengan orang Solo orang Jawa. Kami tidak cocok dengan orang Indonesia," teriak salah seorang peserta aksi lainnya.
Dalam akhir aksinya, mereka membacakan tuntutan kepada pemerintahan Jokowi- JK agar rakyat Papua diberikan kebebasan dan hak menentukan nasib sendiri sebagai solusi demokratis bagi rakyat.
Mereka juga meminta pemerintah menutup dan menghentikan aktivitas eksploitasi semua perusahaan Korporasi Multinasional (MNC) milik negara-negara imperialisasi Freeport, BP, LNG Tangguh Tadco, Corindo dll dari seluruh Papua. Serta menarik aparat Indonesia (TNI-POLRI) organik dan non organik, yang bertindak semena-mena mengintimidasi dan melakukan kekerasan di seluruh Papua.
Dalam aksi tersebut, mereka membawa spanduk serta sejumlah poster yang berisi tuntutan merdeka dan menentukan nasib sendiri.
"Kami minta Presiden Jokowi dan JK memberikan kebebasan rakyat Papua tentukan nasib sendiri. Kami punya hak untuk menentukan nasib sendiri," seru John Pauleli, koordinator aksi.
John mengatakan, hari ini 53 tahun sudah Perjanjian New York Agreement antara Belanda dan Indonesia terkait sengketa wilayah Papua Barat dilakukan. Namun perjanjian yang mengatur masa depan rakyat tersebut tak melibatkan satu pun perwakilan dari mereka.
Para mahasiswa Papua, lanjut John, menganggap perjanjian tersebut sebagai sesuatu yang ilegal.
"Rambut kami berbeda, keriting, kulit kita berbeda dengan Indonesia dengan orang Solo orang Jawa. Kami tidak cocok dengan orang Indonesia," teriak salah seorang peserta aksi lainnya.
Dalam akhir aksinya, mereka membacakan tuntutan kepada pemerintahan Jokowi- JK agar rakyat Papua diberikan kebebasan dan hak menentukan nasib sendiri sebagai solusi demokratis bagi rakyat.
Mereka juga meminta pemerintah menutup dan menghentikan aktivitas eksploitasi semua perusahaan Korporasi Multinasional (MNC) milik negara-negara imperialisasi Freeport, BP, LNG Tangguh Tadco, Corindo dll dari seluruh Papua. Serta menarik aparat Indonesia (TNI-POLRI) organik dan non organik, yang bertindak semena-mena mengintimidasi dan melakukan kekerasan di seluruh Papua.
Baca juga:
Pesawat Komala Air jatuh di Yahukimo, pilot tewas & penumpang luka
Kisah Wyn Sargent, antropolog asing yang nikahi kepala suku di Papua
Perahu motor terbalik di perairan Sarmi, 8 korban dievakuasi nelayan
Potret buram infrastruktur Tambrauw hingga cerita hutan yang angker
Indahnya potret kemajemukan Nusantara di Pantai Sausapor Papua Barat
Pesawat Komala Air jatuh di Yahukimo, pilot tewas & penumpang luka
Kisah Wyn Sargent, antropolog asing yang nikahi kepala suku di Papua
Perahu motor terbalik di perairan Sarmi, 8 korban dievakuasi nelayan
Potret buram infrastruktur Tambrauw hingga cerita hutan yang angker
Indahnya potret kemajemukan Nusantara di Pantai Sausapor Papua Barat