Headlines News :
Home » » Tangan Tak Kelihatan, Pembiaran Pembunuhan dan Perang Suku Di Timika

Tangan Tak Kelihatan, Pembiaran Pembunuhan dan Perang Suku Di Timika

Written By Unknown on Sabtu, 09 Juli 2016 | 13.26.00

John NR Gobay, Ketua Dewan Adat Daerah Paniai (Misel/ThePapuaJournal)
John NR Gobay, Ketua Dewan Adat Daerah Paniai (Misel/ThePapuaJournal)
Oleh : John NR Gobai*
Pengantar dalam satu percakapan dengan seorang ibu yang telah lama berdomisili di Timika. Menurutnya, ada konflik di Timika atau memang sengaja dibiarkan karena kepentingan di PT Freeport Indonesia, pilkada dan lain-lain. Ibu ini juga mengatakan yang terjadi Timika bukan konflik, apa yang disampaikannya sama seperti yang selalu disampaikan pihak keamanan dan para pejabat di sini yang kesannya, mereka berupaya keras menyelesaikan konflik tetapi dibalik itu mereka tidak seperti itu karena data orang mati terus meningkat.
“Cara membunuhpun sadis sekali,  mungkin karna saya kebetulan di Timika dan melihat, merasakan dan menjadi korban. Jadi, saat ini kami sudah merasa tidak aman lagi di sini, tidak seperti dulu situasinya,” kata ibu itu.
Hal ini terungkap karena keprihatinan akibat adanya pembunuhan antar sesama orang Papua di Timika. Yang perlu dicatat dengan tinta emas dan diingat baik-baik adalah bahwa suku apapun di tanah Papua, kita adalah orang Papua, kita saudara harus bersatu bukan malah sebaliknya.
Pembiaran pembunuhan pada 2012 markas tpn/opm di Paniai diserang oleh Brimob, katanya karena mereka mengambil dua pucuk senjata dimana dalam penyerangan itu ada korban jiwa. Saat Komite Nasional Papua Barat (KNPB) demo, sering polisi dan Brimob hadapi masa aksi dengan kekerasan, bubarkan secara paksa, sampai kadang ada korban jiwa.
Lalu kenapa Timika dibiarkan masyarakat saling membunuh tanpa ada upaya membubarkan paksa seperti pernah dilakukan di Eduda atau dalam demo KNPB? Ingat bukan dengan demo dan ada markas langsung Papua merdeka.
Orang Papua tahu, ini masih perjuangan. Sebagai seorang dari pegunungan Papua yang sedikit paham kebiasaan perang orang Moni, Dani dan lain-lain, saya mau pesan satu hal kepada saudara-saudaraku, suku Moni, kami punya kebiasaan perang selalu berusaha agar korban perang seimbang itu mari kita tinggalkan. Kepada orang Moni, saya turut berduka, saya juga sedih, saya minta maaf, saya tahu kamu sakit hati, saya tau kamu marah, tetapi saya mau katakan kata-kata orang tua di kampung. Orang tua di kampung, biasa bilang begini: di atas ko punya harta itu ko akan mati bodoh-bodoh, dalam bahasa Mee, akiya makiwado akime miyoboka. Jadi tolong pikir baik-baik.
Kepada saudara-saudaraku suku Dani, saya mau pesan, mari tinggalkan sikap arogan, hari ini yang pimpin Papua, kami punya saudara berdua jadi jangan bikin beliau berdua: Lukas Enembe dan Klemen Tinal (Lukmen) punya nama jelek, saat ini gubernur sedang bekerja sungguh-sungguh, jangan membuat (Lukmen), seperti analogi ini: Seorang yang mau pergi untuk jaga kebun baru di kampung sebelah karena buahnya bagus-bagus, sampai di puncak bukit ada orang lihat dan beritahu, pagar rumahnya terbakar. Bapak ini kembali ke kampung melihat pagar honainya terbakar. Terpaksa dia pulang untuk melihat kebakaran itu, karena lama dia lupa dengan kebun baru yang banyak buah itu.
Hari ini (Lukmen) tukang kebun itu jangan saudara-saudara jadi seperti orang di kampung yang bakar pagar, supaya orang kritik (Lukmen), biarkan mereka jalan terus kalian harus hentikan perang dan jaga pagar perdamaian, jangan kamu bakar.
Biarkan (Lukmen) jalan untuk mengurus kebun yang bisa menghasilkan buah yang berguna bagi banyak orang. Tangan tak kelihatan dan pembiaran pembunuhan sangat lain dalam kasus Timika, adanya pembiaran yang lama terhadap warga negara NKRI saling membunuh, ada apa sebenarnya, orang tega saling membunuh, ingat mengambil nyawa haknya Tuhan, dosa bagi orang yang menyuruh melakukan karena itu haknya Tuhan, dosa juga bagi mereka yang membiarkan orang saling membunuh. Padahal tugas mendamaikan dan menertibkan adalah amanah dari tuhan kepada TNI/Polri.
Tidak ada adat yang mengajarkan orang saling perang dan membunuh. Ada dua cerita.
  1. Ketika perang di Ilaga, Simon Alom dan Elvis Tabuni, kedua-dua pejabat ini dimasukan kedalam sel, lalu aman, dalam peperangan itu kedua belah pihak ada korban, mungkin karena mereka ‘otak’ yang kelihatan jadi mudah dipegang dan akhirnya aman.
  2. Dulu jaman Belanda, ada perang di Paniai antar kampung, HPB kumpulkan masyarakat dan meminta damai lalu ada pihak yang tidak mau, yang tidak itu depan masyarakat di potong, dan beliau katakan siapa lagi yang mau perang terus saya akan potong seperti dia, sejak itu aman tidak ada perang.
Dua cerita ini menggambarkan kepada kita adanya peranan pemerintah dan polisi dalam menciptakan perdamaian dan kamtibmas, sehingga dalam kasus timika, perlu segera ada tindakan tegas dengan melakukan penangkapan terhadap pelaku, orang yang menyuruh melakukan, penyuplai barang, penutup dalam kekerasan yang telah mengarah kepada pembunuhan, di Timika.
Mungkin akan aman bila gubernur Papua meminta kepada Kapolda dan Pangdam XVII/Cenderawasih untuk menangkap kepala perang, pihak keamanan jangan melakukan pembiaran karena penegakan hukum positif saat ini wajib dilakukan. Gubernur membentuk tim perdamaian masyarakat pegunungan Papua, selesaikan konflik. Tugaskan Pemda Mimika adalah mencari tokoh agama, adat yang bisa didengar lalu laksanakan perdamaian, semua pihak tandatangan pernyataan tidak lagi akan lakukan pembunuhan dan tidak akan selesaikan secara adat, selanjutnya jika ada masalah akan diserahkan kepada hukum positif.
Untuk itu, jika pertama telah mengamankan pemimpin perangnya, ada ‘otak’ lain, maka ‘otak’ yang ditangkap ini yang akan membuka jaringan itu, lalu pelakunya dihukum penjara, kemudian dilakukan, pembubaran paksa terhadap pengikutnya, akhirnya kepada Pemda Mimika dan gubernur Papua agar dilakukan secara berkelanjutan;
Membuat orang Papua berpengetahuan, lewat pendidikan dan pelatihan tergantung sasarannya. Dan tingkatkan kesejahterahan mereka, pengetahuan tentang hukum positif perlu juga diberikan karena sebenarnya masyarakat ini taat hukum tetapi mereka belum diberitahukan. Kepada PT Freeport Indonesia, mesti diprogramkan dana untuk kabupaten Puncak Jaya, Puncak, Intan Jaya, Paniai dan Deiyai agar orang dari daerah ini yang sedang menganggur di Timika dapat pulang untuk membangun kampungnya. Mereka datang ke Timika juga karena adanya dana 1 persen.
Akhirnya kepada TNI/Polri di Papua, saya mau katakan begini: masa membubarkan demo KNPB yang mengekspresikan pikirannya dan markas TPN/OPM yang adalah rumah tinggal bisa dibubarkan tetapi membubarkan orang yang membunuh kok susah? Ada apa ya?
Jangan katakan: Silahkan bertanya pada rumput yang bergoyang tetapi jawablah dengan tindakan nyata, jangan bilang masalah kompleks, rumit.
*Ketua Dewan Adat Paniyai
Share this post :
 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. AMUGI KIBAH - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger