soal pelanggaran HAM di Papua, di bagi dalam tiga periode pelanggaran HAM pertama, Periode 1961-1969 (tujuh operasi militer), Kedua, Periode 1969-1998 (ada 10 operasi militer), Dan ketiga, periode 1998-2014 (Tak ada operasi militer resmi, tapi ada pendekatan dengan kekerasan, dan jumlah korban kurang lebih sama dengan saat dilakukan operasi militer, seperti: Biak Berdarah, Wasior Berdarah, Uncen Berdarah, Wamena Berdarah, Penculikan Theys, dan pembubaran KRP III).
Setelah jatuhnya rezim soeharto di era revormasinya indonesia tidak ada nilainya bagi Bangsa Papua Barat pelanggaran Hak asasi manusia (HAM) terus saja terjadi, hak hidup diatas tanahnya sendiri di batasi, Hak hidup bebas di batasi sehingga mematikan semua akses hidup dan akses jurnalis nasional maupun internasional sehingga terjadi genosida.
Upaya-upaya indonesia untuk menghabiskan Rakyat Bangsa Papua kini bukan lagi dengan operasi militer tetapi secara sistematis dan terencana mencari celah untuk menciptakan konflik ujung-ujungnya bermuarah pada konflik horisontal yaitu konflik antara orang papua dengan orang papua sendiri
Selain konflik horisontal ada juga dengan cara yang dilakukan oleh oknum BIN mencari kesempatan yang tepat untuk menciptakan sebuah konflik agar situasi politik yang mengarah pada konflik horizontal. Dalam hal ini Orang Asli Papua (OAP) sengaja di bunuh secara perlahan-lahan melalui berbagai macam upaya atau kegiatan misalnya: pemekaran, pemilu, pilkada, pembangunan, penerimaan pegawai (CPNS) dan bermacam-macam isu lainya.
Jelang pesta dekokrasi tahun 2014 Rakyat Bangsa Papua mandi Darah, sejak awal bulan januari 2014 Papua di timika terjadi konflik horisontal yang di ciptakan oleh oknum-oknum yang memiliki kepentingan di atas Tanah Papua secara sistematis,terstruktur dan terencana. Oknum-oknum tersebut adalah TNI/POLRI sendiri, kini menjalan tiga bulan pemerintah dan PT. FreePort tidak mampuh menyelesaikan akar masalah ini. Kenyataanya pihak keamanan tidak mengamankan konflik tersebut malah lipat tangan dan jadi penontong atas konflik tersebut.
Anehnya tidak tahu mengapa TNI dan Polri di biarkan Konflik antara suku Moni dan Dani yang saling membunuh di Timika, tetapi demonstrasi damai rakyat Papua justru diblokade, dibubarkan, ditangkap dan ditembak oleh TNI dan Polri dengan kekuatan peralatan lengkap? berarti dapat disimpulkan bahwa Indonesia dan PT.FreePort mendesain konflik sosial, ekonomi dan politik di Papua untuk suatu tujuan yang terselubung yakni orang Papua musnah dan Papua seutuhnya milik Indonesia. (AN)