kabar amgi kibah --Hukum mempunyai fungsi untuk memberikan perlindungan
terhadap kepentingan manusia (seluruh manusia tanpa terkecuali). Oleh karena
itu maka hukum harus dilaksanakan agar kepentingan manusia tersebut dapat
terlindungi. Dalam pelaksanaannya, hukum dapat berlangsung secara normal dan
damai, akan tetapi dapat juga terjadi pelanggaran-pelanggaran hukum dalam
prakteknya. Dalam hal ini hukum yang telah dilanggar itu harus ditegakkan.
Melalui penegakan hukum inilah hukum ini menjadi kenyataan. Dalam menegakkan
hukum ada tiga unsur yang selalu harus diperhatikan : kepastian hukum
(Rechtssicherheit), kemanfaatan (Zweckmassigkeit) dan keadilan (Gerechtigkeit).
Hukum harus dilaksanakan dan ditegakkan. Setiap orang mengharapkan dapat
ditetapkannya hukum dalam hal terjadi peristiwa konkrit. Bagaimana hukumnya
itulah yang harus berlaku “fiat
justitia et pereat mundus” (meskipun
dunia ini runtuh hukum harus ditegakkan). Itulah yang diinginkan oleh kepastian
hukum. Masyarakat mengharapkan adanya kepastian hukum. Karena dengan adanya
kepastian hukum masyarakat akan lebih tertib. Sebaliknya masyarakat
mengharapkan manfaat dalam pelaksanaan atau penegakan hukum. Masyarakat sangat
berkepentingan bahwa dalam pelaksanaan atau penegakan hukum, keadilan
diperhatikan. Dalam pelaksanaan atau penegakan hukum harus adil.
Dalam kehidupan bermasyarakat diperlukan suatu sistem
hukum untuk menciptakan kehidupan masyarakat yang harmonis dan teratur.
Kenyataannya hukum atau peraturan perundang-undangan yang dibuat tidak mencakup
seluruh perkara yang timbul dalam masyarakat sehingga menyulitkan penegak hukum
untuk menyelesaikan perkara tersebut. Dalam usaha menyelesaikan suatu perkara
adakalanya hakim menghadapi masalah belum adanya peraturan perundang-undangan
yang dapat langsung digunakan untuk menyelesaikan perkara yang bersangkutan,
walaupun semua metode penafsiran telah digunakan.
Ø Penemuan hukum, pada hakekatnya mewujudkan pengembanan
hukum secara ilmiah dan secara praktikal. Penemuan hukum sebagai sebuah reaksi
terhadap situasi-situasi problematikal yang dipaparkan orang dalam peristilahan
hukum berkenaan dengan dengan pertanyaan-pertanyaan hukum (rechtsvragen),
konflik-konflik hukum atau sengketa-sengketa hukum. Penemuan hukum diarahkan
pada pemberian jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan tentang hukum dan hal
pencarian penyelesaian-penyelesaian terhadap sengketa-sengketa konkret. Terkait
padanya antara lain diajukan pertanyaan-pertanyaan tentang penjelasan
(tafsiran) dan penerapan aturan-aturan hukum, dan pertanyaan-pertanyaan tentang
makna dari fakta-fakta yang terhadapnya hukum harus diterapkan. Penemuan hukum
berkenaan dengan hal menemukan penyelesaian-penyelesaian dan jawaban-jawaban
berdasarkan kaidah-kaidah hukum.
Penemuan hukum termasuk kegiatan sehari-hari para
yuris, dan terjadi pada semua bidang hukum, seperti hukum pidana, hukum
perdata, hukum pemerintahan dan hukum pajak. Ia adalah aspek penting dalam ilmu
hukum dan praktek hukum. Dalam menjalankan profesinya, seorang ahli hukum pada
dasarnya harus membuat keputusan-keputusan hukum, berdasarkan hasil analisanya
terhadap fakta-fakta yang diajukan sebagai masalah hukum dalam kaitannya dengan
kaidah-kaidah hukum positif. Sementara itu, sumber hukum utama yang menjadi
acuan dalam proses analisis fakta tersebut adalah peraturan
perundangan-undangan. Dalam hal ini yang menjadi masalah, adalah situasi dimana
peraturan Undang-undang tersebut belum jelas, belum lengkap atau tidak dapat
membantu seorang ahli hukum dalam penyelesaian suatu perkara atau masalah
hukum. Dalam situasi seperti ini, seorang ahli hukum tidak dapat begitu saja
menolak untuk menyelesaikan perkara tersebut. Artinya, seorang ahli hukum harus
bertindak atas inisiatif sendiri untuk menyelesaikan perkara yang bersangkutan.
Seorang ahli hukum harus mampu berperan dalam menetapkan atau menentukan apa
yang akan merupakan hukum dan apa yang bukan hukum, walaupun peraturan
perundang-undangan yang ada tidak dapat membantunya.
Tindakan
seorang ahli hukum dalam situasi semacam itulah yang dimaksudkan dengan
pengertian penemuan hukum atau Rechtsvinding. Dalam proses pengambilan keputusan hukum, seorang
ahli hukum pada dasarnya dituntut untuk melaksanakan dua tugas atau fungsi
utama, diantaranya yaitu :
a. Ia senantiasa harus mampu menyesuaikan
kaidah-kaidah hukum yang konkrit (perundang-undangan) terhadap tuntutan nyata
yang ada di dalam masyarakat, dengan selalu memperhatikan kebiasaan,
pandangan-pandangan yang berlaku, cita-cita yang hidup didalam masyarakat,
serta perasaan keadilannya sendiri. Hal ini perlu dilakukan oleh seorang ahli
hukum karena peraturan perundang-undangan pada dasarnya tidak selalu dapat
ditetapkan untuk mengatur semua kejadian yang ada didalam masyarakat.
Perundang-undangan hanya dibuat untuk mengatur hal-hal tertentu secara umum
saja.
b. Seorang ahli hukum senantiasa harus dapat
memberikan penjelasan, penambahan, atau melengkapi peraturan perundang-undangan
yang ada, dikaitkan dengan perkembangan yang terjadi di dalam masyarakat. Hal
ini perlu dijalankan sebab adakalanya pembuat Undang-undang (wetgever)
tertinggal oleh perkembangan perkembangan didalam masyarakat.
Penemuan hukum merupakan pembentukan hukum oleh hakim
atau aparat hukum lainnya yang ditugaskan untuk penerapan peraturan hukum umum
pada peristiwa hukum konkrit, juga merupakan proses konkretisasi atau
individualis peraturan hukum (das sollen) yang bersifat umum dengan mengingat
akan peristiwa konkrit (das sein) tertentu, jadi dalam penemuan hukum yang
penting adalah bagaimana mencarikan atau menemukan hukumnya untuk peristiwa
konkrit
Salah satu fungsi dari hukum ialah sebagai alat untuk
melindungi kepentingan manusia atau sebagai perlindungan kepentingan manusia.
Upaya yang semestinya dilakukan guna melindungi kepentingan manusia ialah hukum
harus dilaksanakan secara layak. Pelaksanaan hukum sendiri dapat berlangsung
secara damai, normal tetapi dapat terjadi pula karena pelanggaran hukum. Dalam
hal ini hukum yang telah dilanggar tersebut haruslah ditegakkan, dan diharapkan
dalam penegakan hukum inilah hukum tersebut menjadikan kenyataan. Dalam hal
penegakan hukum tersebut, setiap orang selalu mengharapkan dapat ditetapkannya
hukum dalam hal terjadinya peristiwa kongkrit, dengan kata lain bahwa peristiwa
tersebut tidak boleh menyimpang dan harus ditetapkan sesuai dengan hukum yang
ada (berlaku), yang pada akhirnya nanti kepastian hukum dapat diwujudkan. Tanpa
kepastian hukum orang tidak mengetahui apa yang harus diperbuat yang pada
akhirnya akan menimbulkan keresahan. Akan tetapi terlalu menitik beratkan pada
kepastian hukum, terlalu ketat mentaati peraturan hukum akibatnya juga akan
kaku serta tidak menutup kemungkinan akan dapat menimbulkan rasa ketidakadilan.
Apapun yang terjadi peraturannya adalah demikian dan harus ditaati dan
dilaksanakan. Dan kadang undang-undang itu sering terasa kejam apabila
dilaksanakan secara ketat (lex dura sed tamen scripta).
Berbicara tentang hukum pada umumnya, kita
(masyarakat) hanya melihat kepada peraturan hukum dalam arti kaidah atau
peraturan perundang-undangan, terutama bagi para praktisi. Sedang kita sadar
bahwa undang-undang itu tidaklah sempurna, undang-undang tidaklah mungkin dapat
mengatur segala kegiatan kehidupan manusia secara tuntas. Ada kalanya
undang-undang itu tidak lengkap atau ada kalanya undang-undang tersebut tidak
jelas. Tidak hanya itu, dalam Al-Qur’an sendiri yang merupakan rujukan kita
(umat Islam) dalam menentukan hukum akan suatu peristiwa yang terjadi, ada
kalanya masih memerlukan suatu penafsiran (interpretasi), pada masalah-masalah
yang dianggap kurang jelas dan dimungkinkan (terbuka) atasnya untuk dilakukan
suatu penafsiran. Dalam hal terjadinya pelanggaran undang-undang, penegak hukum
(hakim) harus melaksanakan atau menegakkan undang-undang. Hakim tidak dapat dan
tidak boleh menangguhkan atau menolak menjatuhkan putusan dengan alasan karena
hukumnya tidak lengkap atau tidak jelas. Hakim dilarang menolak menjatuhkan
putusan dengan dalih tidak sempurnanya undang-undang. Olehnya, karena
undang-undang yang mengatur akan peristiwa kongkrit tidak lengkap ataupun tidak
jelas, maka dalam hal ini penegak hukum (hakim) haruslah mencari, menggali dan
mengkaji hukumnya, hakim harus menemukan hukumnya dengan jalan melakukan
penemuan hukum (rechtsvinding).
Problematik
yang berhubungan dengan penemuan hukum ini memang pada umumnya dipusatkan
sekitar “hakim”, oleh karena dalam kesehariannya ia senantiasa
dihadapkan pada peristiwa konkrit atau konflik untuk diselesaikannya, jadi
sifatnya konfliktif. Dan hasil penemuan hukum oleh hakim itu merupakan hukum
karena mempunyai kekuatan mengikat sebagai hukum serta dituangkan dalam bentuk
putusan. Di samping itu pula hasil penemuan hukum oleh hakim itu merupakan
sumber hukum. Penemuan hukum itu sendiri lazimnya diartikan sebagai proses
pembentukan hukum oleh hakim atau petugas-petugas hukum lainnya yang diberi
tugas melaksanakan hukum terhadap peristiwa hukum yang kongkrit. Hal ini
merupakan proses kongkretisasi dan individualisasi peraturan hukum yang
bersifat umum dengan mengingat peristiwa kongkrit. Atau lebih lanjutnya dapat
dikatakan bahwa penemuan hukum adalah proses konkretisasi atau individualisasi
peraturan hukum (das sollen) yang bersifat umum dengan mengingat akan peristiwa
konkrit (das sein) tertentu.
Dari abstraksi pemikiran yang dikemukakan di atas,
terdapat beberapa hal atau faktor serta alasan yang melatarbelakangi perlunya
suatu analisis terhadap prosedur penemuan hukum oleh hakim dalam proses penyelesaian
perkara terutama pada tahap pengambilan keputusan, antara lain sebagai berikut
:
1. Bahwa kegiatan kehidupan manusia ini
sangatlah luas, tidak terhitung jumlah dan jenisnya, sehingga tidak mungkin
tercakup dalam satu peraturan perundang-undangan dengan tuntas dan jelas. Maka
wajarlah kalau tidak ada peraturan perundang-undangan yang dapat mencakup
keseluruhan kegiatan kehidupan manusia, sehingga tak ada peraturan
perundang-undangan yang lengkap selengkap-lengkapnya dan jelas
sejelas-jelasnya. Oleh karena hukumnya tidak lengkap dan tidak jelas maka harus
dicari dan ditemukan.
2. Perhatian dan kesadaran akan sifat dan tugas
peradilan telah berlangsung lama dan ajaran penemuan hukum, ajaran penafsiran
hukum atau metode yuridis ini dalam abad ke 19 dikenal dengan hermeneutic
yuridis (hermeneutika), namun yang menjadi pertanyaan, bagaimana dengan
penerapannya.
3. Munculnya suatu gejala umum, yakni kurangnya
serta menipisnya rasa kepercayaan sebagian “besar” masyarakat terhadap proses
penegakan hukum di Indonesia. Gejala ini hampir dapat didengar dan dilihat,
melalui berbagai media yang ada. Menurut hemat peneliti gejala ini lahir tidak
lain adalah karena terjadinya suatu ketimpangan dari apa yang seharusnya
dilakukan/diharapkan (khususnya dalam proses penegakan hukum) dengan apa yang
terjadi dalam kenyataannya.
4. Kaitannya dengan gejala umum di atas, dari
mekanisme penyelesaian perkara (kasus) yang ada, tidak jarang hakim selaku
penegak hukum menjatuhkan putusan/vonis terhadap kasus yang tanpa disadari
telah melukai rasa keadilan masyarakat disebabkan karena terlalu kaku dalam
melihat suatu peraturan (bersifat normative/positivistik) tanpa
mempertimbangkan faktor sosiologis yang ada. Salah satu contoh yang masih
hangat dimemori kita pada awal bulan yang lalu yakni divonis bebasnya beberapa
kasus korupsi (koruptor) kelas kakap yang nyata-nyata telah merugikan Negara.
Alasan yang lain yang tentunya sangat terkait dengan
kajian ini yakni melihat bagaimana seorang hakim melakukan penemuan hukum dalam
tugas dan tanggung jawabnya yang sudah menjadi kewajiban melekat pada
profesinya serta sejauhmana hal itu dapat mewarnai dalam setiap putusan yang
dilahirkan.
Ø Kegunaan dari penemuan hukum adalah mencari dan
menemukan kaidah hukum yang dapat digunakan untuk memberikan keputusan yang
tepat atau benar, dan secara tidak langsung memberikan kepastian hukum juga
didalam masyarakat. Sementara itu, kenyataan menunjukkan bahwa :
a. Adakalanya pembuat Undang-undang sengaja atau
tidak sengaja menggunakan istilah-istilah atau pengertian pengertian yanga
sangat umum sifatnya, sehingga dapat diberi lebih dari satu pengertian atau
pemaknaan;
b. Adakalanya istilah, kata, pengertian, kalimat
yang digunakan di dalam peraturan perundang-undangan tidak jelas arti atau
maknanya, atau tidak dapat diwujudkan lagi dalam kenyataan sebagai akibat
adanya perkembangan-perkembangan didalam masyarakat;
1. Adakalanya terjadi suatu masalah yang tidak ada
peraturan perudang-undangan yang mengatur masalah tersebut.
Dalam menghadapi kemungkinan-kemungkinan itulah
seorang hakim atau pengemban profesi hukum lainnya harus dapat menemukan dan
juga menentukan apa yang dapat dijadikan hukum dalam rangka pembuatan keputusan
hukum atau menyelesaikan masalah hukum yang sedang dihadapi.
Persoalan pokok yang ada dalam sistem hukum antara
lain adalah :
1. Unsur sistem hukum, meliputi :
1. Hukum undang-undang, yakni hukum yang dicantumkan
dalam keputusan resmi secara tertulis, yang sifatnya mengikat umum.
2. Hukum kebiasaan yaitu : keteraturan-keteraturan dan keputusan-keputusan
yang tujuannya kedamaian.
3. Hukum Yurisprudensi, yakni : hukum yang dibentuk dalam
keputusan hakim pengadilan.
4. Hukum Traktat : hukum yang terbentuk dalam perjanjian
internasional.
5. Hukum Ilmiah (ajaran) : hukum yang dikonsepsikan oleh
ilmuwan hukum.
2. Pembidangan sistem hukum
1. Ius Constitutum (hukum yang kini berlaku).
2. Ius Constituendum (hukum yang kelak berlaku)
Dasar pembedaannya adalah ruang dan waktu
3. Pengertian dasar dalam suatu sistem hukum
1. Masyarakat hukum : suatu wadah bagi pergaulan hidup
yang teratur yang tujuannya kedamaian.
2. Subyek hukum
3. Hukum dan kewajiban
4. Peristiwa hukum
5. Hubungan hukum ; sederajat dan timpang
6. Obyek hukum
Pengertian butir diatas tidak terlepas dari makna
sebenarnya hukum yang merupakan bagian integral dari kehidupan bersama,
kalau manusia hidup terisolir dari manusia lain, maka tidak akan terjadi
sentuhan atau kontak baik yang menyenangkan maupun yang merupakan konflik,
dalam keadaan semacam itu hukum tidak diperlukan.