kabar amugikibah-- Kebangkitan dan tuntutan rakyat papua aspirasi merdeka akhirnya yang direspons oleh pemerintah republik indonesia dengan pemberian UU NO. 21 tahun 2001 tentang otonomi khusus bagi provinsi papua Sekarang DPR RI ada renjangan undang-undang daerah otonomi baru (DOB) ini.mau menyembunyikan kejahatan dan kekerasan terhadap kemanusiaan, kejahatan ekonomi, kegagalan melindungi dan membangun penduduk asli papua.Membelokkan akar masalah papua yang dipersoalkan penduduk asli papua tentang status politik, sejarah diintegrasikannya papua ke dalam wilayah indonesia melalui pepera 1969 yang cacat hukum, dan pelanggaran Ham yang kejam. Perhatian dari rakyat indonesia dan komunitas internasional tentang kegagalan otonomi khusus di provinsi papua.
Pemerintah berusaha membelokkan dukungan kuat untuk dialog damai antar rakyat papua dan pemerintah indonesia.Persoalan pelik dan kompleks yang berdimensi vertikal antara pemerintah indonesia dan rakyat papua yang sudah berlangsung lima dekake sejak 1 mei 1963- sekarang ini mau dialihkan atau direduksi ke masalah horizontal dengan mengkriminalisasi gerakan dan perlawanan moral seperti komite nasional papua barat (knpb).
Reaksi keras pemerintah indonesia atas dibukanya kantor opm di oxford pada tahun 2013 hanya upaya negara untuk pengalihan masalah kejahatan negara terhadap kemanusiaan dan kegagalan pembangunan selama 50 tahun yang disoroti dunia internasional belakangan ini. Reaksi keras itu juga bagian dari ketakutan pemerintah indonesia atas kejahatannya telah diketahui publik. Akhirnya bentuk banyak pemekaran, di provinsi papua dan papua barat yaitu: pemekaran tiga(3) provinsi dan 33 pemekaran kabupaten daerah otonomi baru (DOB).
Mereka tahu bahwa ada yang “salah”, “mengapa ada kesalahan”, “bagaimana kesalahan itu bermula dan berakhir”, dan “siapa yang bersalah”. Mereka paham benar ada “penipuan”, “manipulasi”, dan “rekayasa” dalam pelaksanaan penentuan pendapat rakyat (pepera) 1969 di irian barat, yang dilakukan oleh negara-negara yang konon menyodorkan dirinya sebagai pemenang ham, demokrasi dan penegakkan supremasi hukum. apalagi pelaksana dan penanggungjawab kecelakaan sejarah itu ialah badan semua umat manusia di dunia bernama perserikatan bangsa-bangsa PBB. di satu sisi orang papua pahami jelas tanpa harus ada penafsiran hukum ataupun penjelasan pakar untuk menjelaskan apakah pepera 1969 telah berlangsung demokratis atau tidak. Itu fakta, dan itulah kebenaran.
Papua dimulai sejak 1828 dimana tanah Papua resmi menjadi wilayah jajahan Belanda sampai dengan proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945. Setelah proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia, papua tetap dalam sengketa konflik antara Belanda dan Indonesia. Kemudian tahun 1962 Papua kembali berintegritas dengan Indonesia,namun eskalasi kekerasan dan konflik politik tetap mewarnai dalam kehidupan masyarakat Papua sampai saat ini.
Kepentingan politik yang berbeda inilah akhirnya menciptakan konflik berkepanjangan sampai dengan detik ini. Walaupun momentum PEPERA tahun 1969, PBB telah mengakui bahwa papua adalah bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia, namun pandangan orang papua terhadap hasil pelaksanaan PEPERA selalu menimbulkan konflik. Pandangan yang berbeda sebelum PEPERA, dimana orang papua sudah memulai memprotesnya. Hal ini sebagaimana dicatat oleh Ortiz Santz Utusan Khusus Sekjen PBB dalam laporannya bahwa proses PEPERA diwarnai dengan protes dan pemberontakan di Manokwari, Enarotali dan Waghate yang menunjukan adanya Gerakan Perlawanan Rakyat yang menuntut kemerdekaan papua.
Dengan demikian aksi perlawanan orang Papua itu pasti berdampak pada strategi pengambilan kebijakan politik Pemerintah yang bersifat represif guna mengontrol secara ketat atas wilayah Papua. Kontrol itu secara eksplisit terungkap dalam pidato Menteri Dalam Negeri.( penulis oleh; zonggonau Tendy)