Situasi gejolak politik, kekerasan, teror, intimidasi, penyiksaan dan kematian warga sipil bangsa Papua Barat akhir akhir ini harus dituntaskan pemerintahan Indonesia (Jokowi dan JK) serta seluruh jajaran aparatur negaranya tak harus serta merta menjawab persoalan bangsa Papua Barat dengan isu ekonomi, kesejahteraan dengan dialog atau komunikasi konstruktif.
Rentetan peristiwa berdarah yang terjadi akhir akhir ini merupakan akumulasi dari persoalan sejarah politik rekayasa PEPERA yang belum tuntas. Sejarah PEPERA merupakan akar persoalan dari seluruh rentetan peristiwa berdarah yang terjadi di Tanah Papua sejak tahun1960-an sampai kini, perjuangan rakyat Papua Barat sejatinya adalah menuntut kemerdekaan penuh dari bangsa Indonesia.
Penentuan Pendapat Rakyat (PEPERA) tahun 1969 digelar tak relevan dengan perjanjian The New York Agreement dan The Roma Agreement yang menyatakan one man one vote (satu orang satu suara) tapi dalam pelaksanaannya penguasa pemerintah Indonesia menggunakan sistem perwakilan. Indonesia, Belanda dan Amerika Serikat tak konsisten dan melanggar The New York Agreement dan The Roma Agreement tentang satu orang satu suara, sebaliknya PEPERA dilakukan berdasarkan musyawarah untuk mufakat ala demokrasi pemerintah Indonesia.
"PEPERA gagal total dan cacat demi hukum internasional, suka atau tak suka, senang tak senang bangsa Papua Barat dengan serta merta diseret takluk dibawah ancaman hegemoni NKRI dan pemerintahan asing demi kepentingan ekonomi politik."
Pelanggaran HAM di Papua Barat belum pernah Berakhir sampai dengan saat ini, sejak 1963 bangsa Papua barat dianeksasikan oleh Indonesia orang Papua Barat terus dibantai sama seperti binatang. Kekerasan 3 tahun terakhir ini Negara melakukan kekersan melalui TNI/POLRI. Pembungkaman ruang demokrasi, pembunuhan kilat, penangkapan sewenag-wenang sejak tahun 12 sampai dengan tahun 2014 meningkat di Papua barat.
Menjelang perayaan Hari Natal 25 Desember dan Peringati Hari HAM sedunia 10 Desember 2014, Polisi terus melakukan penembakan terhadap rakyat sipil. Penembakan terhadap 5 warga sipil dan 22 orang terluka sedang dirawat di Paniai. Pembunuhan massal terhadap rakyat sipil yang dilakuan oleh kepolisian merupakan kejahatan Negara.
Penembakan 5 warga sipil pada tanggal 08 desember 2014 di paniai tidak dapat dibenarkan degan alasan apa pun, polisi tidak harus melakukan penembakan terhadap rakyat sipil karena mereka tidak memiliki senjata, mereka hanya rakyat biasa yang harus dilindungi oleh kepolisian sebagai pengayom dan pelindung rakyat.
Setiap menjelang perayaan hari Natal polisi, terus melakukan penembakan terhadap rakyat sipil dan pembela HAM di Papua Barat, pembunuhan massal terhadap rakyat sipil pada hari Senin 8 Desember 2014 di Paniai merupakan kado Natal yang diberikan oleh Polda Papua dan pemerintahan Jokowi kepada rakyat Papua.
Kado Natal bagi rakyat Papua pernah terjadi beberapa tahun pada tahun 200 pada tanggal 10 November 200 tokoh Papua Theys H Eluay dibunuh oleh Kopassus. Kemudian pada tanggal 16 Desember 2009 pejuang keadilan almarhum Kelly Kwalik dibunuh oleh Densus 88 dan polisi di Timika, kemudian pada tanggal 16 Desember 2012 Hubertus Mabel ketua Komisariat KNPB Pusat dibunuh di Wamena.
Pada tanggal 19 Polres Dogiyai menembak 3 anggota KNPB dan melakukan penangkapan sewenang-wenanp terhadap 12 aktivis KNPB Dogiai dan 13 aktivis KNPB, kemudian 15 orang dibebaskan 3 hari kemudian 10 orang masih ditahan sampai saat ini. Kado Natal oleh pemerintahan Jokowi JK Tahun 2014 TNI/POLRI tembak 5 orang ditembak mati dan 22 orang terluka di Paniai.
Hal ini merupakan pemusnahan Ras Melanesia dilakukan oleh pemerintah Indonesia melalui Polda Papua dari tahun ke Tahun. Kepolisian Daerah polda Papua terus melakukan kekerasan di Papua Barat, kami menilai semua kekerasan di Papua aktornya Polda Papua..
Tidakan aparata Kepolisian terhadap rakyat sipil benar-benar tidak manusiawi, Polda Papua harus bertanggung jawab atas tindakan aparatnya di Paniai hari ini.
Bangsa Papua Barat adalah Bangsa yang bermartabat, bangsa yang memiliki nilai-nilai hirarki tersendiri, sebelum Negara Kesatuan Rebuplik Indonesia datang menguasai wilayah Papua Barat 53 tahun yang lalu. Orang Papua hidup damai Rukun tentram aman dan menjalankan kehidupannya.
Bangsa Papua memiliki budaya, adat istiadat, hidup aman, namun orang Indonesia ras Melayu datang menghancurkan tatanan nilai-nilai budaya Nilai demokrasi nilai-nilai hukum dan martabat manusia Papua oleh kolonial Indonesia sampai dengan saat ini.
Orang Papua Barat jauh sebelum NKRI menguasi wilayah Papua Barat hidup bebas aman damai dan tentram, tidak pernah melakukan membunuh sembarang seperti Indonesia lakukan saat ini terhadap orang Papua. Aneksasi wilayah Papua Barat ke dalam Indonesia hanya untuk membunuh merampas memperkosa dan datang hanya untuk mencuri.
Manusia Papua terus dimusnahkan oleh Indonesia selama 50 tahun orang Papua Barat dianeksasi demi kepentingan ekonomi dan sumber daya alam di Papua barat.
Sebelum kolonialisme datang di Papua Barat, orang Papua memiliki satu Nasionalisme suatu sikap politik dari dari sorong sampai merauke.Orang Papua satu bangsa yang mempunyai kesamaan kebudayaan, dan wilayah serta kesamaan cita-cita dan tujuan.
Nasinalisme Bangsa Papua Barat sampai dengan saat ini masih yaitu, berjuang untuk menetukan nasib bangsa ini sendiri, mengatur diri sendiri dan merdeka secara politik dan mandiri secara ekonomi.
Pemerintah Indonesia tidak pernah ada niat baik untuk membangun dan mensejahtrakan rakyat Papua barat namun yang ada hanya mencuri sumber daya alam dan manusianya terus dimusnakan.
Menyikapi situasi terakhir meningkatnya pelanggaran HAM yaitu, pembunuhan kilat, penangkapan sewenang-wenang, perampasan tanah, diskriminasi rasial, tindakan kejahatan lainnya, maka KNPB sebagai media nasional rakyat Papua menyampaikan bahwa:
SATU: Komisi Hak Hak Asasi Manusia (HAM) PBB segera lakukan rapat darurat untuk membahas situasi terakhir HAM di Papua Barat sebab kondisi Papua Barat dalam Zona Darurat.
DUA: Mengutuk Pembunuhan Massal di Paniai dan mengecam praktek-praktek militerisme dalam bentuk bentuk kekerasan, intimidasi, penyiksaan, pembunuhan dan penangkapan sewenang wenang yang dilakukan aparat gabunganTNI/Polri di seluruh wilayah tanah air Papua Barat dengan dalil separatis, makar, KKB dan Gerakan Pengacau Keamanan (GPK) sebab perjuangan bangsa Papua Barat adalah menegakan hak kedaulatan politik HAM.
TIGA: Presiden Jokwi segera bertanggungjawab atas pembunuhan massal di Paniai dan segera hentikan pemekaran Kodam dan Polda Papua Barat.
EMPAT: Pemerintah Indonesia (Joko Widodo dan Jusuf Kalla) segera membuka ruang kebebasan seluas-luasnya bagi Jurnalis Independen dan Pekerja HAM Internasional di Papua Barat untuk kepentingan investigasi dan informasi.
LIMA: Segera hapuskan stigma hukum separatis, makar dan GPK yang selama ini distigmakan oleh pemerintah pusat untuk membungkam aspirasi perjuangan Papua merdeka. Dan pemerintah Indonesia segera membuka ruang demokrasi di Papua Barat.
ENAM: Segera tutup total PT Freeport sebab perusahaan emas kepunyaan Amerika Serikat merupakan dalang sumber kejahatan HAM dan lingkungan serta seret dan adili James Moffet dan kroni-kroninya ke Mahkamah Internasional.
Badan Pengurus Pusat
KOMITE NASIONAL PAPUA BARAT (BPP-KNPB)
KETUA I, AGUS KOSAY
SEKERTARIS JENDRAL, ONES SUHUNIAP
sumber-majalah selangka.