Headlines News :
Home » » FPMJ-PTP: Bupati Harus Siapkan Kajian Ilmiah untuk Pertanggungjawaban Hadirkan Mako Brimob

FPMJ-PTP: Bupati Harus Siapkan Kajian Ilmiah untuk Pertanggungjawaban Hadirkan Mako Brimob

Written By Unknown on Selasa, 17 Maret 2015 | 06.41.00


Masyarakat Kabupaten Jayawijaya yang tergabung dalam Forum Peduli Masyarakat Jayawijaya se-Pegunungan Tengah Papua (FPMJ-PTP) menyampaikan dengan tegas terkait alasan pembangunan Mako Brimob yang diungkapkan Bupati Kabupaten Jayawijaya pekan lalu.


Terutama alasan Bupati Jayawijaya menghadirkan Mako Brimob karena konflik pertumpahan darah, orang mabuk dan penjambretan. Selain itu, mengenai sejumlah masyarakat hak ulayat tanah yang menerima pembangunan Mako Brimob di Molama Distrik Woma. (Baca: Bupati Jayawijaya: Tidak Ada yang Boleh Menghambat Pembangunan Mako Brimob!)

Menurut FPMJ-PTP, jika menghadirkan Brimob dengan alasan karena banyaknya konflik pertumpahan darah, orang mabuk serta penjambretan, sangat tidak masuk akal, sebab penanganan kasus-kasus itu bisa dilakukan oleh pihak kepolisian yang sudah ada.

“Jadi kami anggap pernyataan itu keliru, sebab kasus-kasus itu bisa ditangani oleh pihak Kepolisian yang ada. Apalagi bupati bilang, masyarakat hak ulat tanah lokasi pembangunan telah menyetujui untuk dilakukan pembangunan Mako Brimob," tegas Juru Bicara (Jubir) FPMJ-PTP Mulli Wetipo yang dikabarkan di RRI Wamena, Senin (16/3/2015) pagi.

"Bupati harus tahu, yang menyetujui itu hanya oknum yang sudah difasilitasi, apalagi bupati anak daerah yang tahu bahwa pemilik tanah di daerah ini lebih dari 3 hingga 10 orang,” lanjutnya. (Baca:  Rencana Pembangunan Mako Brimob di Tolak, DPRD Jayawijaya Buka Ruang Dialog)

Selain itu, Mulli menganggap, Bupati Jayawijaya keliru dengan pernyataannya terkait dengan keberadaan Batalion 756 Wim Ane Sili berdampak aman dan terkendali kepada masyarakat Jayawijaya.

Mulli dengan tegas mengatakan bahwa pemerintah jangan salah beri pernyataan kepada media berlagak tidak tahu dengan perilaku pihak Batalion 756 Wim Ane Sili terkait peristiwa brutal pada Juni 2012 lalu yang membumi hanguskan masyarakat Jayawijaya yang berdomisili di Wilayah Honelama, Sinakma dan sekitarnya. (Baca: Mahasiswa Sesalkan Pernyataan Bupati Jayawijaya soal Pembangunan Mako Brimob)

“Jadi trauma masa lalu masyarakat Jayawijaya belum hilang, sehingga dengan tegas kami atas nama seluruh masyarakat yang jadi korban, menolak Mako Brimob di Jayawijaya. Bupati harus tahu sebagai anak daerah, keberadaan pihak kepolisian, TNI dan aparat keamanan membuat masyarakat takut,” ungkap Mulli.

“Dan beliau sampaikan jika kami generasi sekarang tidak tahu memori passionis itu salah. Kita tidak mengalami, tetapi kita mendengar cerita turun temurun dari orang tua kami dan kami pun menjadi takut. Apalagi masyarakat kita yang tidak tahu bahasa Indonesia dengan fasi ini nanti seperti bagaimana. Mereka bisa terima dampak yang buruk,” lanjut Mulli. (Baca: Ini Pernyataan AMP KK-Yogyakarta Terkait Penolakan Pembangunan Mako Brimob di Jayawijaya)

Jadi menurutnya, bupati harus pertimbangkan hal-hal itu secara matang.

Terkait dengan pernyataan bupati mengenai orang mabuk dan penjambretan, ungkap Mulli, ada Peraturan Daerah (Perda) yang mengatur dan ditegakan oleh SatPol PP, mengapa harus hadirkan Brimob?

“Tapi jika bicara orang mabuk bukan saja Minuman Lokal (Milo), minuman bermerek yang aksesnya hanya lewat udara yang sudah jelas diamankan oleh aparat keamanan. Kemudian kalau penjambretan juga saya mau tanya, sudah berapa banyak lowongan kerja yang sudah disediakan pemerintah?,” tanya Mulli. (Baca: Demi Pembangunan Mako Brimob dan Pemekaran, Perang Suku "Diijinkan")

Mereka itu, lanjut Mulli, bisa lakukan penjambretan hanya karena tidak adanya ketersediaan lapangan kerja. “Jadi bupati harus berpikir baik untuk menyediakan lapangan kerja, bukan menganggap mereka sebagai penjambret yang meresahkan masyarakat,” tegasnya.

“Jadi kami harap, rencana dialog yang akan diselenggarakan Komisi A DPRD Kabupaten Jayawijaya bisa dihadiri oleh semua pihak dan mempresentasikan kajian yang menjadi dasar pembangunan Mako Brimob. Kami juga sudah siap dengan kajian kami untuk mempresentasikan dimuka umum sebagai dasar penolakan Mako Brimob yang disertakan dengan solusi,” ujar Mulli dengan harapan dialog tersebut segera dilaksanakan.

Sementara itu, Alius Asso Ketua Tim Investigasi FPMJ-PTP mengatakan, pernyataan bupati bahwa FPMJ-PTP tidak mendatangi pemerintah dan melakukan demo-demo diluar. Menurutnya, pihaknya sudah menemui mereka melalui DPRD Kabupaten Jayawijaya. (Baca: Rencana Bangun Mako Brimob Tuai Pro dan Kontra, Ini Jawaban Bupati Jayawijaya)

“Kemudian, pernyataan Bupati bahwa jika ada yang menolak siap bertanggungjawab atas konflik darah dan siap membuat pernyataan hitam di atas putih bisa hentikan pembangunan Mako Brimob, jika tidak ya tetap akan dibangun. Seperti itu kami bisa buat, tetapi jika aparat yang melakukan tindakan itu dan pemerintah turun bayar, kami tidak mau. Harus bayar darah dan kepala bayar kepala,” tegas Alius.

Buktinya, lanjut Alius, dulu mantan Bupati Jayawijaya, David Hubi membuat pernyataan untuk hadirkan Batalion 756 Wim Ane Sili sebagai pengamanan di Kabupaten Jayawijaya, tetapi ketika dia sudah tidak jabat bupati rakyat mau mengelu sama siapa. Sedangkan aparat saja jadi pelaku, Komnas HAM jadi lemah, LSM sudah diinjak oleh TNI/Polri.

“Jadi kami tegaskan, oknum yang mau serahkan tanah di Molama itu harus buat surat pernyataan hitam di atas putih dengan meterai enam ribu. Jadi kami tidak akan mengelu kepada siapa-siapa, tetapi kepada orang-orang yang mau serakan tanah itu,” tegas Alius.

Alius juga mengatakan, penolakan pembangunan Mako Brimob bukan dilakukan tanpa alasan, tetapi dengan kajian yang dalam mengenai seribu pelanggaran HAM di daerah ini. Jadi jika Bupati ngotot bangun Mako Brimob harus sampaikan alasan yang mendasar dengan kajian ilmiah yang dalam bukan mengada-ngada alasan. (Baca: SMPRAS: Wilayah Pembangunan Mako Brimob Adalah Setingan Para Elit Politik)

Jika rencana pembangunan Mako Brimob, tambah Alius, ini di beck up pihak lain, pihaknya akan gugat. Yang seharusnya, pemerintah harus fokus bangun pembangunan kesehatan, pedidikan dan infrastruktur, tetapi itu tidak dilakukan.

“Dengan alasan apa pun kami tetap akan tolak. Kami sudah punya seribu data ditangan kami. Tapi juga untuk menggugat, kami mau gugat dimana, karena semua lembaga dikuasai oleh kepentingan negara. Misalnya pembunuhan Timotius Mote pemain bola kan dibunuh oleh Brimob, ini cukup jelas kebrutalan mereka. Jadi Brimob tetap akan kami tolak,” tegas Alius. (Baca: Ngotot Bangun Mako Brimob, FMJ-PT: Bupati Jayawijaya Punya Kepentingan Politik)

Pihaknya juga meminta supaya pemerintah atau eksekutif melakukan investigasi atau jaring aspirasi seperti yang dilakukan Anggota Komisi A DPRD Kabupaten Jayawijaya pekan lalu, supaya terlihat menyampaikan alasan tidak mengarang-ngarang.

Di akhir pernyataanya, pihaknya menyatakan, keberadaan Mako Brimob biasanya ditingkat provinsi dan itu pun hanya satu markas, tetapi yang terjadi saat ini berbeda dengan seharusnya. (Baca: Tolak Pembangunan Mako Brimob, FSRJ Gelar Demo di Kantor DPRD Jayawijaya)

Editor: Mikael Kudiai
 sumber--suarapapua.com
Share this post :
 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. AMUGI KIBAH - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger