Jayapura, Jubi – Warga yang berarak-arakan menuju pemakanan Umum Tanah Hitam yang hendak memakamkan korban insiden komplek perumahan Organda Abepura, Kota Jayapura, Papua, Selasa (9/6/2015) telah melukai dua orang. Dua korban itu atas nama Tonny Yelipele dan Hendrikus Iyai.
Korban pertama, Tonny Yelipele (32) warga Angkasa dibacok di lingkaran Abepura, di depan Toko Sumber Makmur, pada pukul 16:00 WP.
Menurut isteri korban, A. Asso, suaminya bersama putra mereka dari Angkasa mengunakan motor menuju lingkaran Abepura untuk memenuhi janji pertemuan dengan adik ipar. Mereka tiba dan menunggui adik ipar yang datang di emperan toko, tepatnya di emperan toko-toko lorong terminal taxi Abe Expo Waena.
“Tiba-tiba ada arak-arakan massa dari Padang Bulan ke Abepura. Bapa turun ke bawa mau lihat tetapi massa datang dengan emosi, menakutkan dan membawa benda tajam. Semua orang lari. Saya bawa anak lari jadi tidak tahu yang terjadi dengan bapa. Kami lari dan pikir bapa lari dengan motor. Kami kembali motor ada. Bapa tidak ada jadi kami pikir bapa lari,”katanya.
Situasi yang panik itu membawa Asso bersama putranya lari ke rumah keluarga di Kota RaJa. Mereka menantikan ayah pulang setelah menyelamatkan diri, namun akhirnya kabar kecelakaan yang datang. Pihak rumah sakit Abepura menelpon kalau suaminya sudah berada di rumah sakit dengan kondisi terluka. “Jam 7 dokter yang telepon kami. Kami tidak tahu siapa yang bawa bapa ke rumah sakit,”katanya.
Ketika ke rumah sakit, suaminya tidak sadarkan diri. Korban mengalami pembacokan senjata tajam. Tiga luka sabetan senjata tajam di kepala belakang dan satu tusukan pisau di lambung. “Bapak tidak sadarkan diri sampai saat ini,”katanya kepada Jubi di rumah Sakit Umum Abepura, Kota Jayapura, Rabu (10/6/2015).
Korban kedua, Hendrikus Iyai (24) mahasiswa STIH Umel Mandiri, semester delapan, menjadi korban saat menyelamatkan diri ketika di Asrama Nabire, di Kamkey, Abepura, diserang sekelompok warga bersama sejumlah aparat keamanan, Selasa (9/6/2015), pukul 17:30 waktu Papua. Korban kena satu tusukan senjata tajam di punggung hingga merobek tali perutnya.
Penghuni Asrama Nabire menceritakan kronologis kejadian yang menimpa mereka itu di luar dugaan dan tanpa alasan yang jelas. Kata mereka, pukul 16:30, seorang berseragam polisi, mengenakan motor, mendatanggi asrama ketika mereka olah raga, main takrauw.
“Polisi itu datang memberitahu kami anak-anak tidak boleh keluar. Situasi tidak aman. Kamu kunci pintu pagar lalu tinggal. Kami minta nomor, dia tidak mau. Kami tidak pernah lihat dan dia pergi,”kata Y. Tiggi.
Penghuni Asrama turuti pemberitahuan. Mereka segera mengunci pintu pagar dan tinggal di dalam. Ada yang terus berolah raga dan ada yang sibuk menyelesaikan sejumlah tugas kuliah. Tugas akhir kuliah, skripsi. Satu jam setelah pemberitahuan, sejumlah orang datang meneror penghuni Asrama.
“Pukul 17:30 dua orang kepala ikat kain merah, bawa parang. Kami lihat hulu parang mereka gantung di belakang. Ada yang teriak-teriak bunuh dan bunuh. Anak asrama tidak boleh keluar. Polisi, satu anggota TNI bersenjata lengkat ikut serta kasih peringatan. Ada dua kali penembakan dari mata jalan semntara mereka teriak-teriak di luar,”kata D. Dogomo kepada Jubi.
Aksi warga di jalan yang sangat ramai, mengunakan kendaraan motor, yang diback up polisi itu membuat penghuni asrama panik. Mereka berusaha menyelamatkan diri lompat pagar belakang Asrama. Sekitar 20 an penghuni lompar pagar, termasuk korban. “Ketika kami lari, yang duluan lompat selamat tetapi dia yang dari belakang, ketemu dengan orang bersenjata tajam. Warga yang melihat dari dalam rumah ada empat orang kurung dan tikam dia di situ. Tali perutnya keluar, darahnya mengalir deras,”katanya.
Salah satu rekan korban, Y. Tiggi, sambil lari, tengok ke belakang, mendapati korban jalan tertatih-tatih, bajunya berdarah dan nampak lemas. Tali perutnya keluar tergantung di badannya. Kondisi itu, membuat Tiggi tidak lari. Ia kembali memeluk korban dan memasukan tali perutnya dan memeluknya tidur bersama. “Saya peluk dan tidur sudah tidak sadar diri karena melihat darah. Stegah jam kemudian saya sadar dan telepon orang untuk hubunggi pihak rumah sakit. Ambulance datang dan antar ke rumah sakit,”katanya.
Saat ini, kedua korban sedang di rawat di rumah sakit Umum Daerah Abepura. Pertologan medis sudah diberikan hanya kondisi kedua korban sangat kritis. “Mereka belum sadar. Korban sangat parah itu Tonny Yelipele,”kata Dogomo.
Pembina mahasiswa Asrama Nabire, Yulianus Kayame mengatakan penyerangan yang melukai anak asrama tanpa alasan yang jelas. Mereka tidak pernah tahu menahu dengan persoalan para penyerang, yang bersamaan ada anggota polisi di lokasi kejadian. “Saya minta polisi cari tahu pelaku. Mengapa mereka menyerang? Saya yakin polisi tahu pelakunya,”tegas Dogomi.
Waktu yang bersama, sejumlah orang yang di back up polisi menyerang Asrama Nayak di Jalan Biak, Abepura. Sejumlah orang berkendaraan sambil lewat melempar-lempar batu ke dalam Asrama. Sejumlah kaca asrama rubuh.Penghuni Asrama keluar menghadapi sejumlah orang yang melakukan penyerangan.
“Kami kaget mereka teriak-teriak anak Asrama tidak boleh keluar. Bakar Asrama.Bakar Asrama. Kami semua keluar menghadapi mereka. Ada polisi bersenjata lengkap yang ikut mereka. Bahkan polisi masuk todong dengan senjata dan katakan anak asrama tidak boleh keluar. Kami sempat melakukan perlawanan dengan mereka yang lempar batu. Kami usir mereka turun ke jalan. Saat kejadian itu polisi sempat mengeluarkan enam kali penembakan,”kata W. Asso seorang penghuni Asrama Nayak.
Kejadia di depan mata, polisi yang disebut-sebut sebagai pegayom dan pelindung warga tidak terbukti, bagi penghuni asrama. Polisi malah membiarkan warga bertindak merusak dan mengangu kenayamanan orang lain. Kehadiran polisi saat kejadian diragukan. “Polisi ini coba datang amankan kah? Masa membiarkan,”ujar Asso. (Mawel Benny)