Namun, dalam kondisi tertentu, terkadang hukum sebagai sarana
kerap disalahgunakan oleh penguasa.
Alih-alih digunakan untuk menjaga ketertiban,hukum digunakan sebagai alat untuk
mencapai dan membertahankan bahkan melindungi kepentingan-kepentingan golongan
tertentu. Dengan begitu, tidak heran
jika bicara tentang hukum dan penegakannya hukum secara silih berganti. Banyak kasus yang
terjadi di papua ini terkesan tidak adil bahkan adapula yangmenguap tidak ada
bekas. Ini terjadi dan akan tetap terjadi hukum dipandang sebagai alat oleh
penguasa.
Hukum sudah diangap sebagai alat penguasa, hukum menjadi
kaku. Tidak lagi mampu menganalisis dan mengikuti perubahan-perubahan di dalam
kehidupan masyarakat papua serta tidak dapat solusi atas masalah-masalah yang
terjadi di masyarakat papua. Dengan dalih setiap orang sama dihadapan hukum,
penegak hukum cenderung dilakukan dengan prinsip” pukul rata” tanpa melihat berat ringannya kejahatan besar
kecilnya kerugian. Hal ini terkesan ada ideology tertanam di aparatur penegakan
hukum Indonesia berupaya bagaimana caranya menjobloskan orang
sebanyak-banyaknya kepenjara tanpa memberhatikan rasa keadilan.
Disisi lain,
selama hukum dipandang sebagai alat yang dikehendakai oleh penguasa guna
melegetimasi tindakan-tindakannya tanpa memberikan kesempatan kepada
masyarakatnya untuk menolak. Masyaraakat mengadakan aksi meminta keadilan mengalami
penganiyaan, penindasan, pembunuhan.
Perkara-perkara hukum fenomenal yang terjadi di papua
beberapa dekade ini hendaknya dapat menjadikan pembelajaran bagi orang papua
bahayanya hukum sudah diangkap sebagai alat penguasa. Hal ini karena dalam
kecenderungan praktiknya banyak terjadi penyelagunaan hukum yang merugikan
keadilan khususnya bagi masyarakat papua. Dengan begitu kepastian hukum dalam
system hukum dapat tercapai dan masyarakat papua dapat merasakan manfaat hukum
dan keadilan dalam kehidupan masyarakat papua.
Dalam hal ini seharusnya dilakukan perubahan
instrumental hukum dilakukan oleh lembaga pemerintah komisi yudisial, komisi Kejaksaan,
komisi kepolisian serta lembaga-lembaga pengawasan lain yang ada di pulau papua
ini. Karena lahir lembaga-lembaga tersebut merupakan bukti perubahan kebijakan
pemerintah terhadap pelaksanaan hukum di papua. Namun kenyetaan terhadap rakyat
papua menjadikan sumber keuangan bagi lembaga-lembaga ini.
Perampasan kemerdekaan orang papua
Sebagaimana telah dikemukakan pada bagian pertama, selama
hukum dipandang sebagai alat, maka dengan atas nama kewenagan, hukum dapat
berubah menjadi suatu alat yang dikehendaki oleh penguasa guna melegitimasi
tindakan-tindakan kekerasan yang mengalami oleh orang-orang papua. Dalam hal
ini masyarakat papua hidup dalam Negara Indonesia (NKRI) hanya dipandang
sebagai obyek hukum yang harus diatur dan dipaksa dalam kondisi sebagaimana
yang di inginkan oleh penguasa.
Pengatturan dan pemaksaan yang dilakukan oleh penguasa
melalui aturan dan perangkat hukum umumnya dilakukan dengan cara membatasi
bahkan merampas kemerdekaan orang papua. Tidak adah kebebasan, kesemuanya dalam
kondisi keterikatan yang membelenggu hak-hak asasi manusia tentunya kondisi ini
sangat bertentangan dengan tujuan dan prinsip hukum itu sendiri, yaitu berupa
kepastian keadilan di masyarakat papua.
Dalam kitab undang-undang hukum pidana ( KUHPidana), sesungguhnya perambasan
kemerdekaan orang adalah suatu kejahatan. Seperti tertuang dalam pasal 333 dan
pasal 334 KUHPidana.
Prampasan kemerdekaan, dalam praktik secara umum, dilakukan
dengan cara menahan tanpa hak, memejarakan, penyiksaan, pembunuhan, penculikan
secara semena-mena, tanpa alas hak yang jelas dijaga di batasi kebebasan hidup
orang pribumi. Hal tersebut sudah cukup diartikan sebagai’ menahan yang notabene merupakan
bentuk perampasan kemerdekaan orang papua.
Dalam praktiknya, prampasan kemerdekaan orang papua banyak permasalahan Ham yang dilakukan oleh
aparatur penegak hukum. ( penulis oleh:Kabar Amugikibah)