Headlines News :
Home » » Tambang di Ujung Dunia Senantiasa Berbuah Kekerasan

Tambang di Ujung Dunia Senantiasa Berbuah Kekerasan

Written By Unknown on Rabu, 28 Januari 2015 | 04.04.00

Pada pertengahan tahun 1930-an, perjalanan awal 3 (tiga) sekawan, Dr. Jean Jaques Dozy, Dr. A. H Colijn dan Ir. F. Wissel yang bekerja pada perusahaan milik Belanda - NNGPM, dulunya hanya bertekat menaklukkan Pegunungan Carstensz di Pulau Papua pada masa libur panjang mereka. 

Mereka bertiga terpukau pada kilauan pegunungan yang diselimuti salju di puncak gunung itu. Dalam perjalanan mereka ketika itu, secara kebetulan menemukan Gunung Bijih yang memiliki prospek pertambangan yang menggiurkan, namun "berada di atas bulan". Gunung bijih mungkin merupakan endapan logam di atas permukaan bumi.

Perjalanan ketiga ahli tersebut selanjutnya menjadi tanda awal dimulainya berbagai ekspedisi dari sejumlah pihak di jaman Pemerintahan Belanda dui Tanah Nieuw Guinea (kini Papua) wakti itu untuk menemukan contoh kandungan mineral yang sangat mahal harganya di dunia.

Hasilnya kita ketahui pada tahun 1967 telah ditanda tangani Kontrak Karya (KK) antara Pemerintah Indonesia dengan perusahaan pertambangan raksasa dari Amerika Serikat, yaitu Freeport Mc Moran and Corp untuk mengelola kandungan tambang di wilayah adat Suku Amungme tersebut, tapi tanpa mengajak serta mereka menjalani perundingan sejak itu.

Pengelolaan tambang raksasa yang menurut informasi senantiasa menghasilkan konsentrat (bijih) yang mengandung mineral tembaga, emas, perak dan bahkan uranium tersebut dalam pengelolaannya menjadi sebuah industri tambang yang mahal dan memberi masukan yang besar dan signifikan pada sumber penerimaan devisa negara.

Pengelolaan bijih tembaga yang bernilai mahal tersebut kemudian menjadi sasaran perhatian dalam konteks pengamanan yang melibatkan unsur institusi keamanan negara, baik TNI maupun POLRI.  Dahulu awalnya TNI yang menjaga proses produksi dan kegiatan kerja PT. Freeport, tapi belakangan sesudah reformasi dan perubahan Undang-Undang, POLRI (Brimob) yang menjadi pengaman kerja-kerja perusahaan tersebut di Tembagapura, Timika.

Saya mencatat bahwa sepanjang kegiatan pertambangan oleh Freeport Mc Moran yang kini menjadi PT. Freeport Indonesia Incorporated (FII) beroperasi, sudah seringkali terjadi tindakan kekerasan aparat keamanan terhadap rakyat sipil di dan sekitar area produksi perusahaan raksaa tersebut.  

Sayang sekali karena hampir dalam banyak kasus kekerasan aparat terhadap rakyat sipil itu tidak pernah ada penyelesaian secara hukum yang adil dan transparan serta tidak memihak.

Kasus penembakan oleh anggota Brimob terhadap korban bernama Meki Nawipa (16) yang baru terjadi Sabtu, (10/1/2015) tersebut menjadi bukti betapa kekerasan aparat negara (TNI/POLRI) terhadap rakyat sipil di dan sekitar area pertambangan tembaga tersebut sudah sangat familiar di kalangan pemerintahan di Indonesia, dan rakyat Papua. 

Maksudnya, orang tidak kaget lagi jika dengar ada penembakan terhadap warga sipil yang pelakunya adalah aparat keamana, karena pasti ada alasan klasik bahwa mereka ditembak karena dalam pengaruh minuman keras dan berusaha menyerang pos polisi setempat, sehingga aparat melepaskan tembakan senjata api.

Saya mendesak KOMNAS HAM dan juga Lembaga Perlindungan Saksid an Korban (LPSK) untuk ikut aktif terlibat dalam penyelidikan awal terhadap kasus penembakan terhadap aparat POLRI belum lama ini di Timika, yang memicu terjadinya operasi penyisiran untuk mencari si pelaku penembakan tersebut. 

Dimana dalam operasi tersebut terdapat banyak warga sipil yang ditangkap, ditahan, dianiaya dan bahkan nyaris dibunuh oleh aparat keamanan tersebut. LPSK harus terlibat dalam memahami kasus ini serta melakukan upaya perlindungan terhadap segenap warga sipil yang dapat diposisikan sebagai saksi-saksi, guna kepentingan penegakan hukum dalam kasus tersebut. 

Penyelidikan juga dapat dilakukan oleh KOMNAS HAM didampingi LPSK dalam mengungkap kasus-kasus kekerasan aparat keamanan terhadap warga sipil di Tembagapura, Timika dan sekitarnya termasuk di perkampungan seperti di Banti.


Yan Christian Warinussy Adalah Advokat Pembela HAM di Manokwari-Papua Barat/Direktur Eksekutif LP3BH Manokwari/Peraih Penghargaan Internasional di Bidang HAM "John Humphrey Freedom Award" Tahun 2005 dari Canada/Anggota Steering Commitee Foker LSM se-Tanah Papua spesialisasi HAM/Sekretaris Komisi HAM, Perdamaian, Keadilan dan Keutuhan Ciptaan pada Badan Pekerja Klasis GKI Manokwari. 
Share this post :
 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. AMUGI KIBAH - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger