Di Patani, pengacara dilindungi undang – undang. Tak hanya pengacara komersil, namun juga para advokad Hak Asasi Manusia (HAM), yang memberikan bantuan hukum kepada masyarakat dan aktivis.
Salah satu pengacara Muslim Attorney Centre Foundation (MAC), lembaga yang memberikan bantuan hukum kepada masyarakat dan aktivis di Patani, Zacky mengatakan, meski pekerjaan itu beresiko, namun hingga kini belum ada pengacara yang ditangkap Pemerintah Kerajaan Thailand.
“Hingga kini belum ada pengacara yang ditangkap. Ada undang – undang yang mengatur dan tak memperbolehkan pengacara ditangkap,” kata Zacky ketika berbincang – bincang dengan Jubi, Rabu (19/8/2015).
Menurutnya, sebelum MAC dibentuk di Patani, ia dan rekan – rekannya membukan kantor di Bangkok, Ibu Kota Thilandi. Namun pada sekitar 2003/2004, pimpinan mereka, Somchai Neelapaijit hilang tanpa jejak. Diduga ia pelakunya adalah polisi Thailand.
“Hingga kini keberadaannya tak diketahui. Setelah itu pengacara di Bangkok berpencar. Khawatir terhadap militer dan polisi. Kami kembali ke Patani dan mendirikan MAC. Kami membantu masyarakat Patani yang butuh bantuan hukum, meski dia non muslim,” ucapnya.
Katanya, pengacara yang tergabung di MAC, bekerja sukarela, tanpa bantuan dana dari pihak manapun. Meski tak mendapat upah, itu bukanlah masalah. Para pengacara itu memiliki kantor advokad komersil sendiri.
“Kasus yang berkaitan dengan HAM ditangani MAC, itu gratis. Kasus komersil, ditangani kantor pengacara pribadi kami. Kini MAC mendirikan cabang di empat wilayah Patani yakni Pattani, Narathiwat, Yala, dan Songkla dengan jumlah 25 orang pengacara,” katanya.
Jika di Patani, para pengacara termasuk pengacara pembela HAM dilindungi undang – undang, hal itu tak terjadi di Papua. Tak jarang para pengacara HAM di Papua diteror, hingga dikriminlisasi.
Salah satu kasus yang pernah terjadi yang dialami Gustaf Rudolf Kawer. Ia dilaporkan ke polisi oleh jaksa di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jayapura, pada September 2014 lalu. Tuduhannya, menghina pejabat negara (hakim), ketika Gustaf mendampingi kliennya pada sidang sengketa tanah di PTUN Jayapura, Juli 2014.
Para aktivis HAM di Papua pun bereaksi. Direktur Kontras, Olga Hamadi menilai, ada upaya kriminalisasi dan pembunuhan karakter terhadap rekannya. Katanya, itu bukan kejahatan. Gustaf hanya membela hak kliennya.
“Jika memang Gustaf dianggap menyalahi kode etik advokat, harusnya dilaporkan ke organisasi yang menaunginya. Bukan ke polisi,” kata Olga kala itu. (Arjuna Pademme)
sumber=Tabloid Jubi
sumber=Tabloid Jubi