Jakarta - Menteri Luar Negeri Retno L.P. Marsudi mengatakan Kementerian saat ini mencoba menyederhanakan proses perizinan bagi jurnalis asing untuk melakukan kegiatan liputan di Papua. "Ruhnya adalah mensimplifikasi proses yang harus dilalui," kata Retno saat ditemui, Senin, 10 Agustus 2015.
Menurut Retno, tetap harus ada proses yang dilalui sebelum izin diberikan. Proses itu, ujar dia, sama dengan yang harus dilalui jurnalis Indonesia bila ingin meliput di negara lain.
"Saya kira ini juga berlaku bagi jurnalis Indonesia yang pergi ke luar untuk tugas jurnalistik," ujar Retno. "Kan ada prosesnya."
Sebelumnya, pemberian izin bagi jurnalis asing yang meliput di Papua ditentukan oleh lembaga clearing house. Lembaga ini semula melibatkan 12 kementerian atau lembaga negara, mulai dari Kementerian Luar Negeri, Kepolisian, Badan Intelijen Negara, sampai Kementerian Kooordinator Politik, Hukum dan Keamanan.
Jokowi resmi mencabut larangan jurnalis asing masuk ke Papua pada saat kunjungannya ke Merauke, 10 Mei 2015. Sejak saat itu, wartawan asing diperbolehkan masuk Papua seperti semua wilayah lain di Indonesia.
Selama bertahun-tahun, jurnalis asing yang ketahuan meliput di Papua tanpa izin bisa dijatuhi hukuman pidana. Pada 2014 lalu, dua wartawan Prancis, Thomas Dandois dan Valentine Bourrat, ditangkap ketika membuat film dokumenter tentang gerakan separatis di sana.
Menurut data Direktorat Informasi dan Media Kemlu per 11 Juni 2015, ada 8 jurnalis asing yang mengajukan izin kunjungan khusus ke Provinsi Papua dan Papua Barat. Semuanya sudah disetujui.
Sebelumnya, pada 2012-2014, tak semua permohonan liputan ke Papua disetujui Kemlu. Pada 2012 misalnya, hanya 5 kunjungan yang disetujui dari total 11 aplikasi. Setahun kemudian, 28 izin disetujui dan 7 ditolak. Terakhir, sepanjang 2014, ada 22 kunjungan jurnalis asing ke Papua yang disetujui dan 5 ditolak.
Menurut Retno, tetap harus ada proses yang dilalui sebelum izin diberikan. Proses itu, ujar dia, sama dengan yang harus dilalui jurnalis Indonesia bila ingin meliput di negara lain.
"Saya kira ini juga berlaku bagi jurnalis Indonesia yang pergi ke luar untuk tugas jurnalistik," ujar Retno. "Kan ada prosesnya."
Sebelumnya, pemberian izin bagi jurnalis asing yang meliput di Papua ditentukan oleh lembaga clearing house. Lembaga ini semula melibatkan 12 kementerian atau lembaga negara, mulai dari Kementerian Luar Negeri, Kepolisian, Badan Intelijen Negara, sampai Kementerian Kooordinator Politik, Hukum dan Keamanan.
Jokowi resmi mencabut larangan jurnalis asing masuk ke Papua pada saat kunjungannya ke Merauke, 10 Mei 2015. Sejak saat itu, wartawan asing diperbolehkan masuk Papua seperti semua wilayah lain di Indonesia.
Selama bertahun-tahun, jurnalis asing yang ketahuan meliput di Papua tanpa izin bisa dijatuhi hukuman pidana. Pada 2014 lalu, dua wartawan Prancis, Thomas Dandois dan Valentine Bourrat, ditangkap ketika membuat film dokumenter tentang gerakan separatis di sana.
Menurut data Direktorat Informasi dan Media Kemlu per 11 Juni 2015, ada 8 jurnalis asing yang mengajukan izin kunjungan khusus ke Provinsi Papua dan Papua Barat. Semuanya sudah disetujui.
Sebelumnya, pada 2012-2014, tak semua permohonan liputan ke Papua disetujui Kemlu. Pada 2012 misalnya, hanya 5 kunjungan yang disetujui dari total 11 aplikasi. Setahun kemudian, 28 izin disetujui dan 7 ditolak. Terakhir, sepanjang 2014, ada 22 kunjungan jurnalis asing ke Papua yang disetujui dan 5 ditolak.
Sumber : www.tempo.com