Headlines News :
Home » » KONFLIK SOSIAL ANTARA MASYARAKAT YANG TERJADI DI PROVINSI PAPUA KABUPATEN TIMIKA

KONFLIK SOSIAL ANTARA MASYARAKAT YANG TERJADI DI PROVINSI PAPUA KABUPATEN TIMIKA

Written By Unknown on Minggu, 23 Maret 2014 | 07.47.00

     
  








   
kabar amugikibah--Dalam rangka mewujudkan keadilan bagi masyarakat papua,dalam negara kesatuan republik indonesia,penegak hukum merupakan fokus utama dalam proses reformasi,namun kenyataanya sampai saat ini penegak hukum di negara kita masih sangat lemah. Masyarakat tidak menghormati hukum demikian pula kewibaan aparat penegak hukum semakin merosot sehinga hukum tidak dapat memberikan rasa aman dan tenteram dalam kehidupan masyarakat. Hukum tidak dapat menyelesaikan persoalan-persoalan yang terjadi didalam dinamika masyrakat papua dan kepasitian hukum semakin dipertanyakan hukum menjadi tidak berdaya menghadapi pelanggaran konflik sosial antara suku, dan kejahatan-kejahatan lain yang terjadi diprovinsi papua, sehingga keadilan semakin sulit diwujudkan dalam masyrakat papua. Masyrakat tidak terlindungngi,tersubbordinasi serta tereksploitasi, sumberdaya alamnya,keinginan masyarakat tidak tercapai.
Mewujudkan keadilan faktor manusia tidak hanya dilihat dari apa yang tampak oleh panca indera, biasa disebut pendekatan empirik-positivistik. Pemerintah harus memahami bahwa yang terlibat dalam proses penegak hukum/lembaga-lembaga hukum, terutama lembaga pertanahan,harus melakukan interaksi dengan lingkungan/masyarakat yang dilandasi oleh budaya itu,agar hubungan antara pemerintah,penegak hukum dengan masyarakat menjadi bermakna. Ini lebih humanis karena proses penegak hukum harus membertimbangkan aspek norma dan nilai yang ada dalam kalangan masyrakat awam. hal ini perlu di kembangkan untuk dapat mengkaji konflik-konflk sosial yang terjadi dalam kehidupan masyarakat papua, budaya perang suku itu bukan badaya orang papua. Konflik sosial terus menerus itu, UU dan hukum yang ada tidak diterapkan akhirnya terjadi konflik sosial  terus.

Persoalan keadilan tidak akan pernah selesai secara tuntas dibicarakan orang,bakan persoalan keadilan semakin mencuat seiring dengan masyrakat itu sendiri karena tuntutan dan kependingan yang berbeda bahkan pertentangan satu sama lain.persoalan keadilan yang terjadi didalam masyarakat yang teradisional akan berbeda dengan masyarakat yang sedang berkembang maupun masyarakt yang sudah maju,karena setiap masyarakat dengan sistem sosial tertentu memiliki tolak ukur ataupun pedomaan menentukan keadilan bagi masyarakatnya. Oleh sebab itu,pemerintah pusat,pemerintah provinsi,dan pemerintah kabupaten membuat,uu otonomi khusus no 21 tahun 2001,Up4b ,dan perdah,tetapi sulit untuk menemukan rumusan keadilan yang berlaku secara universal.

Penegak hukm dalam masyrakat.
Hukum bukan sekedar untuk memantapkan kondisi-kondisi dan  kenyataan-kenyataan yang sudah ada melainkan lebih dari itu,hukum dipergunakan untuk melakukan perubahan-perubahan dan penataan,dalam kehidupan masyarakat. Karena apa istilahnya dalam hukum,dimana ada masyrakat disitu ada hukum yang melindungi,maka pemerintah papua dan lembaga-lembaga hukum setempat,tolong memberhatikan dan mengatasi masalah konflik sosial setiap hari,setiap minggu,setiap bulan dan setiap tahun yang terjadi di kabupaten timika papua.

melangar undang-undagng  Nonor 39 tahun 1999 tentang hak asasi manusia.
Undang-undang No 26 tahun 2000 tentang pengadilan hak asasi manusia.
Pada Konferensi dunia tentang Hak Asasi Manusia di Wina Tahun 1993 ditegaskan bahwa hak asasi manusia, adalah hak yang dibawa oleh manusia sejak lahir dan bahwa perlindungan atas hak itu merupakan tanggung jawab pemerintah. Hak asasi manusia didasarkan pada prinsip dasar bahwa semua orang mempunyai martabat kemanusiaan hakiki dan bahwa tanpa memandang jenis kelamin, ras,warna kulit, bahasa, asal-usul kebangsaan, umur, kelas, agama atau keyakinan politik, dan setiap manusia berhak untuk menikmati hak merek.
       Hak asasi manusia merupakan hak dasar yang secara kodrati melekat pada diri manusia,bersifat universal dan langgeng,oleh karena itu harus dilindungi,tidak boleh di abaikan. Pemerintah daerah provinsi papua telah membuat kebijakan tentang  upaya perlindungan hak ulayat bagi masyarakat hukum adat papua. Secara  normatif kebijakan tersebut dituangkan dalam bentuk peraturan daerah khusus  yakni :

   Perdasus nomor 18 tahun 2008 tentang perekonomian berbasis kerakyatan, perdasus nomor 21tahun 2008 tentang pengelolaan Hutan berkelanjutan, perdasus nomor 22 tahun 2008 tentang Perlindungan dan pengelolaan sumber daya alam  masyarakat hukum  adat dan perdasus nomor 23 tahun 2008 tentang hak ulayat masyarakat
   Hukum adat dan hak perorangan warga masyarakat hukum adat atas Tanah. Kebijakan hukum tersebut secara vertikal pada umumnya tidak Bertentangan dengan ketentuan yang lebih tinggi tingkatannya, yakni UUD 1945, akan tetapi ada juga ketentuan yang substansinya tidak sinkron Secara vertikal dan kurang memberikan perlindungan bagi upaya, Perlindungan hak ulayat masyarakat hukum adat papua. Ketentuan yang Kurang melindungi, yakni: 

pasal 3 dan pasal 5 undang-undang nomor 5 tahun 1960 tentang  Peraturan dasar pokok-pokok agraria yang memberi pembatasan berlakunya hukum tanah adat, yakni: sepanjang tidak bertentangan dengan kepentingan nasional dan negara, pasal 43 ayat (3) dan ayat (4) undang-undang nomor 21 tahun 2001,Serta pasal 3 ayat (2)b perdasus nomor 23 tahun 2008 tentang hak Ulayat masyarakat hukum dan hak perorangan warga masyarakat Hukum adat atas tanah yang  mengatur adanya dua kewenangan yang berbeda dalam pengelolaan hak ulayat, yakni kepalasuku dan masyarakat.

Perbedaan kewenangan ini dapat menimbulkan konflik, pada akhirnya mempengaruhi upaya Perlindungan hak ulayat. Pasal 2 sampai dengan pasal 6 perdasus nomor 23 tahun 2008 tentang  hak ulayat masyarakat. hukum dan hak perorangan warga masyarakat hukum adat atas tanah yang lebih mengedepankan hukum tertulis dalam pengakuan dan penetapan hak ulayat. Pasal 8 ayat (2) dan pasal 9 perdasus nomor 23 tahun 2008 tentang hak ulayat masyarakat hukum dan hak perorangan warga  masyarakat hukum adat atas tanah yang mengedepankan hukum  tertulis dalam pengelolaan hak ulayat oleh masyarakat hukum adat. Pasal 11 ayat (1) perdasus nomor 23 tahun 2008 tentang hak ulayat,masyarakat hukum dan hak perorangan warga masyarakat hukum Adat atas tanah yang  merupakan intervensi kewenangan untuk  memberikan hak ulayat kepada pihak lain yang dilakukan oleh badan Pertanahan. Meskipun kebijakan hukumnya ada yang kurang memberi Perlindungan bagi hak ulayat, namun Semangat dan kebijakan instansi terkait dalam memberikan perlindungan Hak ulayat masyarakat hukum adat cukup tinggi.

·         Problematika yang mempengaruhi upaya perlindungan bagi hak ulayat  masyarakat hukum adat adalah:
Adanya peraturan hukum yang kurang memberi perlindungan, Pemerintah daerah baik di tingkat provinsi, kabupaten/kota tidak disiapkan secara baik untuk melaksanakan otonomi khusus secara benar dan bertanggung jawab,Kelambanan pemerintah dalam membuat kebijakan perlindungan di Tingkat daerah,Ketidakseriusan pemerintah, Upaya yang tidak maksimal dari pemerintah,Implementasikan undang-undang nomor 21 tahun 2001 yang kurang Konsisten dan konsekwen, Dari masyarakat hukum adatnya sendiri, yang belum dapat Memastikan keberadaan, batas-batas dan kepemilikan hak ulayatnya.
·         Perlu politik hukum untuk mengamandemen kebijakan hukum, baik di Tingkat pusat maupun di tingkat daerah yang  kurang memberikan Perlindungan hak ulayat bagi rakyat papua sebagaimana diamanatkan dalam UUD1945. Pasal 34 ayat (1) sampai (4) ini memberdayakan untuk pembangunan saja kah, mengamankan konflik-konflik sosial yang terjadi antara masyarakat juga termasuk dalam UUD 1945 pasal 34 ini.
·         Pemerintah daerah harus lebih serius, konsekuen dan konsisten dalam  Memberikan perlindungan hak ulayat bagi masyarakat hukum adat dan membagikan wilayah masing-masing suku khususnya tuju suku di wilaya timika papua. Dalam konteks pertama diperlukan cara penyelesaiaan secara arif, bijaksana, agar tercipta suatu kedamaiaan dan harmonisasi kehidupan masyarakt. Untuk mencapai cita- cita tersebut, di perlukan adanya pemberdayaan rekonsiliasi bagi kalangan elite agama, masyarakat, politik dan elite pemerintah untuk bersama-sama menyelesaikan kasus-kasus internal dan eksternal umat beragama yang sedang mangalami penderitaan saat ini.

 Berbuat baiklah terhadap sesama manusia,sebagaimana Tuhan telah berbuat baik kepadamu, janganlah berbuat kerusakan terhadap negaramu,masyarakatmu,diatas tanah papua ini.sesungguhnya Tuhan sangat tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan terhadap masyarakat di tanah papua ini.  
( penulis oleh; Tendy Zonggonau)
Share this post :
 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. AMUGI KIBAH - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger