Add caption |
Sejumlah topik dibicarakan, termasuk bagaimana pemerintah AS dan Indonesia menjawab pertanyaan sensitif, seperti konflik di Papua serta perkembangan teknologi informasi yang kian pesat belakangan ini.
Lokakarya bidang informasi publik itu berlangsung di Kementerian Pertahanan, Kamis, dibuka oleh Wakil Menteri Pertahanan, Sjafrie Sjamsoeddin, didampingi Kepala Pusat Komunikasi Publik Kementerian Pertahanan, Brigjen TNI Hartind Asrin.
Sedangkan delegasi Amerika Serikat diwakili Duta Besar Scot Marciel, Deputi Wakil Menteri Pertahanan AS untuk Bidang Strategi, DR. Daniel Y. Chiu, serta Komandan Korps Marinir Amerika Serikat untuk Pasific, Letnan Jenderal Duane D. Thiessen.
Sjafrie Sjamsoeddin mengatakan, setidaknya dibutuhkan konsep yang terpadu antara media, masyarakat, dan pusat informasi dari kementerian pertahanan. Ini untuk menghindari informasi yang tidak seimbang, sekaligus pula untuk memudahkan kerja awak media.
“Saya bilang di belakang kamera itu ada masyarakat, di belakang koran itu ada masyarakat. Tetapi di depan kamera dan di depan koran itu ada media dan public affairs. Itu adalah instrumen dari manajemen informasi. Saya harapkan dalam pertemuan ini kita bisa memberdayakan komunitas public affairs dan komunitas media, tetapi dengan independensi masing-masing agar media tidak kesulitan mencari-cari informasi,” papar Sjafrie Sjamsoeddin.
Mengenai isu-isu yang sensitif terkait pertahanan, Sjafrie mengaku sudah mengusulkan pada Komandan Korps Marinir AS untuk Pasifik, Duane Thiessen agar lokakarya ini dijadikan program tahunan, dan dapat mengikutsertakan wartawan ke sejumlah lokasi.
Mengenai Papua, misalnya, Sjafrie Sjamsoeddin membantah pemerintah Indonesia tidak membuka ruang peliputan yang luas bagi media nasional dan asing.
“Siapa bilang ada kesulitan, ‘ kan ada wartawan di sana ? Kasih tahu saya kalau ada kesulitan, tidak akan ada pembatasan mendapatkan informasi selama dia berada di wilayah Indonesia , kan di sana bukan darurat militer. Waktu darurat militer saja saya bikin jurnalis embedded (meliput bersama TNI di Aceh) kok,” tambah Sjafrie Sjamsoeddin.
Sementara, mengenai keamanan sistem informasi pertahanan pada era teknologi informasi saat ini, DR. Daniel Y. Chiu mengakui bahwa Departemen Pertahanan Amerika Serikatpun belum menemukan cara-cara terbaik untuk mencegah kebocoran informasi.
“Ini isu yang sejujurnya, dalam pandangan saya, pemerintah Amerika belum membuat sebuah struktur yang terbaik mengatasi kebocoran informasi. Ada bentuk-bentuk komunikasi dan kerjasama yang akan dilakukan. Pemerintah Amerika harus memahami persoalan teknologi informasi untuk sektor pertahanan dengan lebih baik, dan mengantisipasi agar dapat digunakan dengan lebih efektif, “ demikian menurut DR. Daniel Y. Chiu.
SUMBER; VAO INDONESIA.