Jakarta, Kabar amugi kibah/(ANTARA News) - Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta memberikan somasi atau teguran kepada Panglima TNI, Jenderal Gatot Nurmantyo, untuk tidak lagi terlibat dalam kasus-kasus penggusuran paksa oleh pemerintah daerah.
Dalam konferensi pers di Jakarta, Selasa, LBH Jakarta menyebut penggusuran paksa yang melibatkan tentara itu pelanggaran HAM dan bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan serta bentuk intimidasi bagi para korban.
Pada 2015, LBH Jakarta menangani kasus isu perkotaan dan masyarakat urban dengan jumlah korban mencapai 20.784 orang. Sebagian besar kasus tersebut adalah penggusuran paksa oleh pemerintah Provinsi DKI Jakarta.
"Dengan melibatkan TNI dalam rangka membantu proses penggusuran paksa secara aktif di DKI Jakarta mengisyaratkan Gubernur Basuki yang lahir dari rahim reformasi telah membangkitkan lagi semangat-semangat Orde Baru," kata pengacara publik LBH Jakarta, Alldo Fellix Januardy.
LBH Jakarta mencatat telah terjadi 113 kasus penggusuran paksa di Jakarta pada 2015. Dari jumlah tersebut, 65 kasus melibatkan TNI dalam penggusuran paksa.
Data tersebut belum termasuk penggusuran yang terjadi di 2016 seperti yang terjadi di Luar Batang, Jakarta Utara.
LBH menyatakan, keterlibatan tentara dalam kasus penggusuran paksa bertentangan dengan pasal 7 UU Nomor 34/2004 tentang TNI, yang menyebutkan tugas pokok TNI menegakkan kedaulatan negara dan mempertahankan keutuhan wilayah Indonesia.
Ketentuan peraturan perundang-undangan yang memberi wewenang bagi pemda untuk menggunakan aparat TNI adalah UU Nomor 7/2012 tentang Penanganan Konflik Sosial.
Berdasarkan pasal 33 ayat (2) UU Nomor 7/2012 tentang Penanganan Konflik Sosial, pemda wajib mengajukan permohonan bantuan terlebih dahulu untuk mengerahkan TNI kepada Presiden Republik Indonesia.
LBH menilai penggusuran paksa tidak masuk dalam definisi konflik sosial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ke-1 UU Penanganan Konflik Sosial.
Dalam konferensi pers di Jakarta, Selasa, LBH Jakarta menyebut penggusuran paksa yang melibatkan tentara itu pelanggaran HAM dan bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan serta bentuk intimidasi bagi para korban.
Pada 2015, LBH Jakarta menangani kasus isu perkotaan dan masyarakat urban dengan jumlah korban mencapai 20.784 orang. Sebagian besar kasus tersebut adalah penggusuran paksa oleh pemerintah Provinsi DKI Jakarta.
"Dengan melibatkan TNI dalam rangka membantu proses penggusuran paksa secara aktif di DKI Jakarta mengisyaratkan Gubernur Basuki yang lahir dari rahim reformasi telah membangkitkan lagi semangat-semangat Orde Baru," kata pengacara publik LBH Jakarta, Alldo Fellix Januardy.
LBH Jakarta mencatat telah terjadi 113 kasus penggusuran paksa di Jakarta pada 2015. Dari jumlah tersebut, 65 kasus melibatkan TNI dalam penggusuran paksa.
Data tersebut belum termasuk penggusuran yang terjadi di 2016 seperti yang terjadi di Luar Batang, Jakarta Utara.
LBH menyatakan, keterlibatan tentara dalam kasus penggusuran paksa bertentangan dengan pasal 7 UU Nomor 34/2004 tentang TNI, yang menyebutkan tugas pokok TNI menegakkan kedaulatan negara dan mempertahankan keutuhan wilayah Indonesia.
Ketentuan peraturan perundang-undangan yang memberi wewenang bagi pemda untuk menggunakan aparat TNI adalah UU Nomor 7/2012 tentang Penanganan Konflik Sosial.
Berdasarkan pasal 33 ayat (2) UU Nomor 7/2012 tentang Penanganan Konflik Sosial, pemda wajib mengajukan permohonan bantuan terlebih dahulu untuk mengerahkan TNI kepada Presiden Republik Indonesia.
LBH menilai penggusuran paksa tidak masuk dalam definisi konflik sosial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ke-1 UU Penanganan Konflik Sosial.
Juga sama sekali tidak termasuk dalam kriteria situasi yang diperbolehkan menurut peraturan perundang-undangan untuk menggunakan kekuatan TNI sebagaimana diatur di dalam pasal 40 ayat (2) PP Penanganan Konflik Sosial.
Januardy juga mendesak TNI tidak lagi terlibat dalam kasus penggusuran paksa sekaligus mengimbau agar jangan ada lagi penggusuran paksa rumah-rumah warga yang melibatkan TNI.
Januardy juga mendesak TNI tidak lagi terlibat dalam kasus penggusuran paksa sekaligus mengimbau agar jangan ada lagi penggusuran paksa rumah-rumah warga yang melibatkan TNI.
Editor: Ade Marboen