kabar amugi kibah--Masyarakat
Papua saat ini tak perlu khawatir mengenai persoalan sertifikasi tanah
atau lahan adatnya. Pasalnya, kini tanah adat sudah bisa dibuat
sertifikat di Kemeterian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan
Nasional (ATR/BPN).
Hal ini disampaikan Kepala pemantauan, Evaluasi dan
Pelaporan, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Rendi
Wrihatnolo, di Grand Tembaga Hotel, Kamis (26/3/2015).
Rendi mengatakan, tanah ulayat merupakan hal yang
sangat penting. Saat ini kebutuhan untuk proses pembangunan di sejumlah
wilayah maupun daerah pasti membutuhkan lahan, namun pengadaan lahan
untuk proses pembangunan selalu dibeli putus oleh investor kepada
pemilik lahan.
“Kedepannya jika pembangunan terus menerus terjadi,
lama-kelamaan lahan milik masyarakat adat akan habis dibeli oleh
investor. Sehingga untuk mengatasi ini, Kementerian ATR/BPN
memersilahkan masyarakat adat di Papua untuk memiliki sertifikat tanah
adat,” paparnya.
“Bulan lalu kementerian ATR /BPN mengeluarkan
peraturan Menteri, tanah ulayat itu sekarang sudah boleh
disertifikatkan. Sekarang tinggal pengukurannya yang dilakukan oleh
pemerintah setempat, misalnya di Mimika itu batas tanahnya, delinasinya
tanah ulayat, koordinatnya sampai dimana, nanti didaftarkan ke
kementerian ATR/BPN untuk mendapatkan sertifikat,” terangnya.
Dengan adanya peraturan Menteri ini, kedepan investor
yang masuk tidak lagi bisa membeli putus tanah adat, melainkan jika
ingin berinvestasi di Papua. Investor hanya boleh meminjam atau menyewa
tanah kepada masyarakat adat untuk membangun, sehingga masyarakat adat
masih memiliki tanah adat, karena hanya dipinjam atau disewa kepada
investor. Hal ini juga memberikan keuntungan bagi masyarakat adat,
seumur hidupnya bisa menikmati uang sewa tanah adat hingga kepada
turunannya.
“Tapi investor juga tidak terlalu rugi memikirkan
berapa biaya yang dia keluarkan untuk membeli tanah, karena tanah itu
lama-lama mahal. Sehingga tanah itu selamanya tetap menjadi milik
masyarakat adat plus masyarakat adat memperoleh uang sewa itu seumur
hidup sampai anak turunnya, itu tidak dibeli, jadi masyarakat adat tidak
kehilangan tanahnya,” jelasnya.
Wakil Gubernur (Wagub) Provinsi Papua Klemen Tinal,
mengatakan Papua merupakan Daerah Otonomi Khusus (Otsus), sehingga
peraturan kemeterian yang dikeluarkan juga dikhususkan buat Papua.
“Jadi ini sudah jelas teknisnya, itu salah satu
otonomi khusus plus, tanah tidak dijual, kita ikut di Bali saja,” ujar
Wagub Papua. (Eveerth Joumilena)
sumber--timika jubi