Home »
EKONOMI & POLITIK
» People Power: Lawan Kolonialisasi di Tanah Papua, Freeport Harus Tutup
People Power: Lawan Kolonialisasi di Tanah Papua, Freeport Harus Tutup
Written By Unknown on Jumat, 06 Februari 2015 | 19.07.00
Hegemoni penguasaan fiskal oleh Pemerintah Pusat dan pengabaian terhadap pemerataan pembangunan bagi Tanah Papua, berupa ketidakberpihakan pada pembangunan Industrialisasi Pertambangan yang menjadi kekuatan kemandirian ekonomi Tanah Papua, merupakan bentuk pengingkaran Pemerintah Pusat terhadap cita-cita konstitusi UUD 1945.
Semangat revolusi yang sedang terjadi di Tanah Papua, merupakan perjuangan untuk melawan kesewenang-wenangan Pemerintah Pusat dalam mengalokasikan sumber-sumber produksi industrialisasi smelter yang hanya terus menerus melanggengkan sentralisasi pembangunan di Pulau Jawa. Padahal Tanah Papua secara fundamental sangat membutuhkan pembangunan Industri yang diharapkan mampu mendorong pertumbuhan ekonomi dan pembangunan di Tanah Papua.
Saya sebagai representasi dari suara rakyat dan bangsa Papua yang berada di Parlemen Pusat, akan menanggalkan sumpah jabatan saya sebagai seorang penyelenggara negara, dan mengembalikan seluruh atribut yang diberikan atas nama Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI), jika Jakarta dengan keegoisannya, terus melanjutkan kebijakan yang merampas hak-hak bangsa Papua untuk dapat memiliki kemandirian fiskal dan terbebas dari ketergantungan fiskal yang kronik yang telah diciptakan oleh Jakarta.
Tidak ada artinya jika keberadaan saya sebagai seorang Legislator yang mewakili kepentingan perjuangan bangsa dan rakyat Papua, tetapi hanya menjadi boneka atas segala kepentingan dan keserakahan Jakarta. Segala bentuk penjajahan dan penindasan dengan modus penguasaan sumber daya alam yang terjadi di Tanah Papua, harus segera dihentikan baik atas nama konstitusi UUD 1945 dan Pancasila dan nilai-nilai equality yang diyakini oleh setiap bangsa di dunia.
Gerakan people power yang terjadi pada hari ini merupakan puncak dari setengah abad perjalanan kolonialisasi sumber-sumber produksi di Tanah Papua, yang selama ini terus didiamkan oleh para cendekiawan maupun para pemimpin di Tanah Papua. Namun kali ini, sebagai bagian dari Penyelenggara Negara, saya menyatakan sikap dengan penuh keyakinan bahwa praktek kolonialisasi atas sumber daya alam di Tanah Papua harus segera dihentikan.
Aneh bin ajaib namanya jika Pusat tetap bersikeras membangun hilirisasi industri smelter di Pulau Jawa, padahal sumber mineral mentah berada di Tanah Papua. Katanya negara Indonesia menganut sistem ekonomi Pancasila, yang meletakkan distribusi keadilan ekonomi bagi setiap daerah sebagai asas yang melandasi kebijakan bernegara.
Bahkan bung Karno sendiri menegaskan bahwa sosialisme pancasila itu mendorong peran negara untuk hadir bagi kepentingan semua daerah multi region dan bukan hanya untuk kepentingan pulau Jawa. Namun praktek di hari ini menunjukkan Pusat lebih mementingkan sentralisasi pembangunan di Pulau Jawa dibandingkan memberikan kesempatan bagi Tanah Papua untuk membangun kekuatan ekonominya secara mandiri.
Jika praktek bernegara telah meninggalkan semangat revolusi 45 dan meneruskan praktek penguasaan fiskal pusat melalui sentralisasi kekuatan ekonomi, maka saya sebagai Legislator yang dipilih oleh rakyat dan bangsa Papua, menyatakan sikap untuk tidak akan tunduk dan patuh dengan kebijakan egosentris yang di ambil oleh Pusat.
Bangsa dan rakyat Papua harus memulai revolusi sosial di Tanah Papua, dengan memboikot seluruh aktivitas PT. Freeport Indonesia, sebagai bentuk perlawanan atas keputusan sewenang-wenang Jakarta yang tidak lagi sejalan dengan perintah konstitusi dan semangat untuk menolak setiap bentuk penjajahan bagi setiap bangsa di dunia.
Mulai hari ini seluruh elemen bangsa Papua, yang terdiri dari rakyat Papua baik yang berada di Tanah Papua, maupun yang tersebar diberbagai pulau di Nusantara, beserta seluruh unsur Penyelenggara Negara, termasuk Anggota DPR RI dapil Papua, Gubernur Papua, DPRP Papua, MRP Papua, Bupati, dan DPRD Kabupaten di Tanah Papua menyerukan suara perlawanan terhadap keputusan yang hanya menguntungkan Pemerintah Pusat.
Sentralisasi pembangunan industri yang hanya memperkuat pulau Jawa sebagai basis pembangunan Industri, merupakan proses dehumanisasi bangsa dan rakyat Papua, karena terus menempatkan Tanah Papua sebagai warga bangsa kelas 3, yang tidak pantas untuk memiliki kemandirian pembangunan ekonomi, dan terus menerus mendesain ketergantungan Tanah Papua terhadap setiap kepentingan Jakarta.
Willem Wandik, S.Sos adalah anggota DPR RI asal Tanah Papua. Tulisan ini awalnya dimuat di website pribadi penulis, willemwandik.com.
Label:
EKONOMI & POLITIK