Headlines News :
Home » » HAK EKONOMI DAN SOSIAL RAKYAT PAPUA DIABAIKAN!

HAK EKONOMI DAN SOSIAL RAKYAT PAPUA DIABAIKAN!

Written By Unknown on Senin, 16 Maret 2015 | 21.47.00


Satu tema propaganda Pemerintah Indonesia terhadap Rakyat Papua yang terus-menerus ada selama ini adalah “keterbelakangan” (termasuk infrastruktur) yang dikatakan merupakan salah satu hambatan dalam upaya mensejahterakan Rakyat Papua. Dalam hal yang dikemukakan di atas, pemerintah Indonesia nyata sekali gagal membuktikan pengakuannya bahwa yang menjadi perhatian utama mereka adalah kesejahteraan rakyat Papua. Gelombang-gelombang kekerasan dan represi serta pengendalian politik dan sosial yang ekstrim oleh militer Indonesia adalah sangat menjadi hambatan utama bagi kegiatan hidup sehari-hari, termasuk kebebasan bergerak, bertani, mencari ikan dan kemampuan untuk mengangkut dan memasarkan barang-barang.


Bahkan pada saat-saat yang keadaannya relatif normal, kekhawatiran mengenai keamanan, yang kadang-kadang bercampur dengan kepentingan pribadi dan perusahaan, lebih diutamakan daripada kesejahteraan rakyat Papua Pendidikan yang secara terang-terangan digunakan sebagai alat propaganda dan bukan untuk pemenuhan kebutuhan dasar.


Pengambilan sumber alam dengan cara yang merusak dan tidak menjaga kelangsungannya oleh para pejabat pemerintah dan rekanan usaha mereka menghancurkan strategi kelangsungan hidup dan menguras “modal alam” yang diharapkan oleh rakyat Papua untuk bisa dipergunakan dalam jangka panjang. Terpusatnya perhatian pada keamanan cenderung mengalihkan dana investasi negara ke bidang-bidang seperti pembangunan jalan dan perluasan aparat pemerintah dengan mengorbankan hak-hak dasar bagi rakyat Papua.


Hak-hak ekonomi dan sosial dikemukakan dengan jelas dalam Kovenan Internasional tentang Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya (KIHSEB). Ketentuan-ketentuan di dalamnya memberikan standar dengan apa tindakan Indonesia terhadap rakyat Papua bisa dinilai. Di dalam Kovenan itu sendiri dan dalam penjelasan yang diuraikan oleh Komisi Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya, diakui bahwa karena tahap perkembangan ekonomi setiap negara tidak sama maka tidak semua negara bisa memenuhi semua hak yang tercantum dalam Kovenan itu. Oleh karena itu kewajiban negara- negara adalah mengambil tindakan-tindakan untuk mencapai tingkat pemenuhan hak-hak tersebut secara bertahap sesuai kemampuan masing-masing negara. Namun demikian, pada saat yang sama, setiap negara mempunyai tanggung jawab inti yang harus selalu dipenuhi. Ini termasuk tanggung jawab untuk menyediakan kebutuhan dasar tertentu, seperti makanan, tempat tinggal, obat-obatan dasar, dan pendidikan dasar. Ketentuan-ketentuan tersebut juga mengharuskan negara-negara dalam pemenuhan jaminan sosial dan ekonomi tidak melakukannya secara diskriminatif dan tidak melakukan langkah mundur yang dapat memperburuk pemenuhan hak-hak yang sudah dinikmati rakyat.


Pemerintah Indonesia telah melanggar hak-hak ekonomi dan sosial di setiap tingkatan di atas. Dalam banyak hal, negara mengambil langkah keamanan yang ekstrem yang bertolak belakang dengan tanggung jawab inti yang semestinya dipenuhi. Dalam keadaan demikian, negara gagal memenuhi kebutuhan dasar penduduk, dan justru sering mengambil langkah mundur dan diskriminatif. Bahwa negara Indonesia tidak mengupayakan setinggi mungkin pemenuhan hak-hak ekonomi dan sosial rakyat Papua, dan sampai dengan sekarang, pembangunan di Papua masih jauh tertinggal dibandingkan daerah lain di Indonesia


Tingkat investasi Indonesia (termasuk modal asing) sangat besar dan tingkat pertumbuhan PDB (Produk Domestik Bruto) yang dihasilkan cukup tinggi. Namun demikian, alokasi investasi, distribusi PDB dan pemberian layanan sosial, termasuk kesehatan dan pendidikan, semuanya dinihilkan oleh kesibukan berlebihan pemerintah Indonesia dengan masalah keamanan, oleh gaya pemerintahan yang otoriter, dan oleh persekongkolannya dengan kepentingan-kepentingan Modal Besar (asing). Hal tersebut jelas menunjukkan kaitan yang erat antara pelanggaran berat hak-hak sipil dan politik dengan pengabaian hak-hak sosial dan ekonomi.


Hubungan hak sosial dan ekonomi dengan hak-hak lainnya
Adanya dua kovenan internasional, yaitu Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik dan Kovenan Internasional tentang Hak Sosial, Ekonomi, dan Budaya, tampak mempertegas pemisahan antara kedua jenis hak tersebut. Tetapi sebenarnya, pembukaan kedua Kovenan tersebut mengakui bahwa kedua hak tersebut tidak terpisahkan. Kovenan Internasional tentang Hak Sosial, Ekonomi, dan Budaya menyebutkan:
“Cita-cita mengenai manusia merdeka yang menikmati kebebasan sipil dan politik serta kebebasan dari rasa takut dan lapar hanya dapat dicapai bila tercipta kondisi dimana setiap orang bisa menikmati hak-hak ekonomi, sosial, dan budaya serta hak-hak sipil dan politik”.


Hubungan erat ini dipertegas oleh Deklarasi Vienna yang dicetuskan pada tahun 1993dalam Konferensi Dunia PBB tentang Hak Asasi Manusia:


“Demokrasi, pembangunan, dan penghormatan kepada hak asasi dan kebebasan hakiki manusia saling terkait dan saling menguatkan. Demokrasi didasarkan pada kehendak rakyat yang diungkapkan dengan bebas untuk menentukan sistem-sistem politik, sosial, ekonomi, dan budaya mereka sendiri dan partisipasi penuh mereka di segala bidang kehidupan”.


Penting diperhatikan dampak kurangnya perhatian kepada hak-hak sosial dan ekonomi oleh pengamat luar dan pengamat Indonesia, dibandingkan perhatian kepada hak-hak sipil dan politik. Gabungan pelanggaran hak sosial dan hak ekonomi dalam kondisi kemiskinan yang parah, seperti yang dialami rakyat Papua, sering digunakan menjadi penjelasan mengapa pelanggaran tersebut tidak mendapat perhatian tersendiri. Memang luas dan mendalamnya pelanggaran hak-hak sosial dan ekonomi sering membuat kita lupa akan beratnya pelanggaran tersebut dan sifat hakikinya sebagai suatu hak asasi manusia.


Lebih jauh, rendahnya nilai uang dari aset penduduk miskin yang hilang sering menjadi sebab tidak adanya perhatian pada pelanggaran-pelanggaran yang terjadi ketika aset tersebut dirusak. mengenai dampak dari operasi militer Indonesia misalnya mengecilkan nilai kerusakan harta benda, seringkali kita dengar ....Di wilayah pedalaman banyak rumah penduduk/desa yang dibakar “ Tidak ada kerusakan material yang parah...,


Nilai uang untuk membangun gubuk-gubuk sederhana ini mungkin tidak besar, dan bahan-bahan untuk membangunnya kembali memang tersedia. Namun demikian, masalah mendasarnya adalah bahwa semakin sedikit milik seseorang, maka akan semakin besar dampak dari kehilangan rumah, harta benda, dan ternak. Perusakan dan perampasan harta benda penduduk miskin yang terjadi berulang-ulang membuat pemulihan berjalan lambat, dan sangat berat dari segi ekonomi maupun emosional. Orang-orang yang berada di pinggir jurang penyakit, kelaparan, dan ketidaktahuan karena kemiskinan yang parah adalah yang sangat memerlukan perlindungan untuk hak-hak ini. Memang tidak adanya pemantauan yang ketat pada hak-hak mereka itu sendiri merupakan indikasi dari diabaikannya kesejahteraan sosial dan ekonomi rakyat Papua.

PENULIS Oleh: Alves Fonataba


Share this post :
 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. AMUGI KIBAH - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger