Ilustrasi Polisi (Istimewa)


Makassar, kabar amugi kibah - Polisi harus profesional dan proporsional dalam menafsirkan Surat Edaran (SE) Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri) tentang penanganan ujaran kebencian sebab dengan surat edaran itu Polri sangat rentan menjadi alat kekuasaan untuk menekan kelompok kritis atau mereka yang berseberangan dengan kekuasaan.
“Surat Edaran (SE) Kapolri Nomor SE/6/X/2015 itu sangat rentan disalahgunakan oleh oknum Polri yang salah menafsirkan, edaran itu bisa dipakai untuk menekan kelompok kritis. Kalau ada penguasa yang tidak senang pada seseorang yang mengeritik, pakai saja polisi untuk mengintimidasi orang lain dan itu bisa meluas di daerah-daerah dan menimbulkan konflik baru,” ujar Aswar Hasan, pakar komunikasi Universitas Hasanuddin (Unhas) Makassar, Rabu (4/11).
Menurutnya, surat edaran itu bukan merupakan norma undang-undang melainkan hanya peringatan untuk melakukan undang-udang yang sudah ada.
Namun, kehadiran surat edaran ini menimbulkan kontroversi lantaran bisa digunakan polisi dengan interpretasi sepihak untuk memproses hukum orang-orang yang dianggap kritis, bahkan dampaknya akan mengekang kebebasan berpendapat.
Polisi itu alat negara, bukan alat kekuasaan, mereka wajib melindungi rakyatnya, bukan menakut-nakuti rakyat dengan mengeluarkan surat edaran yang bisa mengancam kebebasan, katanya.