Foto: Dok Polres Pidie
Jakarta -Pemerintah akan mengubah program Beras Miskin (Raskin) menjadi voucher pangan. Namun, program itu masih dianggap kurang pas apabila diterapkan di daerah-daerah terpencil yang masih mengandalkan komoditas pangan khas daerahnya.
"Kalau mau kartu voucher ini bagus tapi alokasikan ke daerah-daerah yang konsumsi masyarakatnya itu basisnya kepada pangan lokal seperti umbi-umbian dan sagu seperti di Papua," jelas Wakil Ketua Komisi IV DPR RI Herman Khaeron di Cikini, Jakarta Pusat, Rabu (18/5/2016).
Pemerintah dianggap perlu menambahkan varian pangan lain seperti umbi-umbian. Hal ini bertujuan agar masyarakat di daerah tetap menikmati makanan khas daerahnya tanpa perlu menggantinya dengan beras.
"Misalnya kalau Raskin masuk di situ misalkan pakai voucher berarti ekuivalen dengan harga Raskin sehingga masyarakat bisa beli umbi-umbian sehingga masyarakat tidak perlu membeli beras di sana," kata Herman.
Apabila kebijakan tersebut diterapkan, maka angka ketergantungan masyarakat terhadap beras juga dapat menurun. Tidak hanya itu, ragam pangan lokal juga dapat lebih beragan dengan tidak hanya bergantung dengan beras.
"Kalau situasi ini ada alias harga beras stabil maka konsumsi beras bisa diturunkan. Ini bakal menggairahkan produksi pangan lokal," pungkas Herman.
Selain meningkatkan produksi pangan, pemerintah juga perlu menjamin ketersediaan pangan pokok selama bulan suci Ramadan. Ketersediaan pangan perlu dijaga dari sebelum puasa sampai selesai lebaran, karena pada umumnya terjadi peningkatan permintaan di masa tersebut.
Antisipasi Bulan Puasa
Herman menambahkan, ada beberapa komoditas pangan yang wajib dipastikan ketersediannya, antara lain beras, daging, dan juga ikan. Ketiga komoditas tersebut menjadi bahan pangan yang paling laris di pasaran.
"Pertama adalah beras, ini mutlak harus tersedia cukup. Kedua adalah daging dan ikan karena ini akan jadi komoditas tahunan yang permintaannya akan sangat meningkat tinggi dan tentu suplainya harus juga disesuaikan dengan permintaan," jelas Herman.
Apabila terjadi lonjakan permintaan yang dahsyat, maka pemerintah perlu menarik pasokan masa mendatang untuk memenuhi kebutuhan selama puasa dan lebaran.
"Bahkan kalau memungkinkan alokasi kuota untuk daging yang dialokasikan untuk memenuhi Ramadan dan Idul Fitri ini," terang Herman.
Pihaknya memperkirakan akan terjadi lonjakan harga pangan sampai 20% saat puasa dan lebaran tahun ini.
"Kalau mengukur timw series di masa lalu itu kebaikannya 10% sampai 20%. Kita jaga iangan lebih daripada itu, kalaupun faktor tahunan mempengaruhi harga maksimum 10%," tegas Herman.
(hns/hns)
"Kalau mau kartu voucher ini bagus tapi alokasikan ke daerah-daerah yang konsumsi masyarakatnya itu basisnya kepada pangan lokal seperti umbi-umbian dan sagu seperti di Papua," jelas Wakil Ketua Komisi IV DPR RI Herman Khaeron di Cikini, Jakarta Pusat, Rabu (18/5/2016).
Pemerintah dianggap perlu menambahkan varian pangan lain seperti umbi-umbian. Hal ini bertujuan agar masyarakat di daerah tetap menikmati makanan khas daerahnya tanpa perlu menggantinya dengan beras.
"Misalnya kalau Raskin masuk di situ misalkan pakai voucher berarti ekuivalen dengan harga Raskin sehingga masyarakat bisa beli umbi-umbian sehingga masyarakat tidak perlu membeli beras di sana," kata Herman.
Apabila kebijakan tersebut diterapkan, maka angka ketergantungan masyarakat terhadap beras juga dapat menurun. Tidak hanya itu, ragam pangan lokal juga dapat lebih beragan dengan tidak hanya bergantung dengan beras.
"Kalau situasi ini ada alias harga beras stabil maka konsumsi beras bisa diturunkan. Ini bakal menggairahkan produksi pangan lokal," pungkas Herman.
Selain meningkatkan produksi pangan, pemerintah juga perlu menjamin ketersediaan pangan pokok selama bulan suci Ramadan. Ketersediaan pangan perlu dijaga dari sebelum puasa sampai selesai lebaran, karena pada umumnya terjadi peningkatan permintaan di masa tersebut.
Antisipasi Bulan Puasa
Herman menambahkan, ada beberapa komoditas pangan yang wajib dipastikan ketersediannya, antara lain beras, daging, dan juga ikan. Ketiga komoditas tersebut menjadi bahan pangan yang paling laris di pasaran.
"Pertama adalah beras, ini mutlak harus tersedia cukup. Kedua adalah daging dan ikan karena ini akan jadi komoditas tahunan yang permintaannya akan sangat meningkat tinggi dan tentu suplainya harus juga disesuaikan dengan permintaan," jelas Herman.
Apabila terjadi lonjakan permintaan yang dahsyat, maka pemerintah perlu menarik pasokan masa mendatang untuk memenuhi kebutuhan selama puasa dan lebaran.
"Bahkan kalau memungkinkan alokasi kuota untuk daging yang dialokasikan untuk memenuhi Ramadan dan Idul Fitri ini," terang Herman.
Pihaknya memperkirakan akan terjadi lonjakan harga pangan sampai 20% saat puasa dan lebaran tahun ini.
"Kalau mengukur timw series di masa lalu itu kebaikannya 10% sampai 20%. Kita jaga iangan lebih daripada itu, kalaupun faktor tahunan mempengaruhi harga maksimum 10%," tegas Herman.